JAKARTAMU.COM | Di usianya yang baru 14 tahun, Rafi seharusnya bisa menikmati masa kecilnya dengan belajar, bermain, dan bercanda bersama teman-teman. Namun, takdir berkata lain. Sejak ayahnya meninggal enam tahun lalu dan ibunya pergi entah ke mana dua tahun terakhir, Rafi harus menjalani hidup seorang diri. Tak ada pelukan hangat seorang ibu, tak ada suara ayah yang menasihatinya tentang kehidupan. Yang ada hanyalah perjuangan tiada henti untuk bertahan hidup di tengah kerasnya dunia.
Setiap hari, Rafi berjalan menyusuri jalanan, menjajakan keripik dengan harapan ada orang baik yang sudi membeli. Upah yang ia dapatkan tak seberapa—hanya 400 rupiah untuk setiap bungkus yang terjual. Jika hari sedang baik, ia bisa menjual 10 hingga 20 bungkus. Namun, ada juga hari-hari di mana tak satu pun orang membeli dagangannya, membuat perutnya tetap kosong dan pikirannya dipenuhi kecemasan akan uang kontrakan yang harus ia bayar.
Ironisnya, bukan hanya kemiskinan yang harus ia hadapi. Di usianya yang masih belia, ia juga harus menghadapi perlakuan kejam dari teman-temannya. Ejekan, hinaan, bahkan tindakan menyakitkan seperti merampas uang dan membuang dagangannya sudah sering ia alami.
“Kadang-kadang, aku nggak kuat, tapi harus gimana lagi? Aku harus cari uang sendiri, kalau nggak, aku makan apa?” katanya dengan suara lirih, matanya menatap kosong ke kejauhan, seakan bertanya kepada dunia yang begitu keras padanya.
Rafi tinggal di sebuah kontrakan kecil berukuran 2×3 meter. Tak ada perabot mewah, hanya satu kasur tipis tempatnya beristirahat setelah lelah berkeliling seharian. Setiap bulan, ia harus mengumpulkan 250 ribu rupiah untuk membayar kontrakan. Jika tak mampu membayar, ia terancam harus tidur di jalanan.
Di luar sana, mungkin ada ratusan bahkan ribuan anak seperti Rafi—anak-anak yang kehilangan masa kecilnya karena keadaan, anak-anak yang terpaksa menjadi dewasa sebelum waktunya. Mereka bukan sekadar angka dalam statistik kemiskinan, mereka adalah jiwa-jiwa kecil yang berjuang sendirian di dunia yang dingin dan tak ramah.
Tak semua dari kita bisa membantu secara langsung, tetapi kita bisa menyebarkan kisah mereka, berharap ada lebih banyak tangan-tangan baik yang bersedia merangkul dan meringankan beban mereka. Karena bagi anak-anak seperti Rafi, sedikit kebaikan dari kita bisa menjadi cahaya kecil yang menerangi hidupnya.
Dwi Taufan Hidayat (Diadaptasi status akun FB: Latif Dwi