JAKARTAMU.COM | Nuh diutus Allah Taala sebagai nabi dan rasul. Suatu ketika Jibril meminta Nabi Nuh untuk menyadarkan musuh Allah, Duramsyil bin Fumail bin Jaij bin Qabil bin Adam.
Dia adalah seorang raja yang sewenang-wenang dan kejam. Dia juga orang pertama yang memeras anggur dan meminumnya, orang pertama yang bermain undian, dan orang pertama yang membuat pakaian yang ditenun dengan emas.
Duramsyil bersama kaumnya menyembah 5 berhala yaitu, Wud, Siwa’, Yaghuts, Ya’uq, dan Nasr yang disinggung oleh Allah di dalam al-Qur’an.
Di sekitar 5 berhala tersebut terdapat 1.700 berhala yang mempunyai ruangan khusus yang terbuat dari batu marmer. Setiap ruangan itu tinggi dan lebarnya sekitar 1.000 siku.
Syaikh Muhammad bin Ahmad bin Iyas (1448-1522) dalam buku yang diterjemahkan oleh Abdul Halim berjudul “Kisah Penciptaan dan Tokoh-tokoh Sepanjang Zaman” menceritakan berhala-berhala ini diletakkan di atas kursi terbuat dari emas yang berisikan bermacam-macam permata yang indah. Berhala ini juga mempunyai para pelayan yang mengurusinya siang malam dan tiap tahunnya ada hari raya khusus untuk berhala tersebut; mereka (Duramsyil dan kaumnya) berkumpul di tempat itu untuk merayakannya.
Pada hari itu, Nuh datang kepada mereka yang sedang menyalakan api dan mempersembahkan kurban di sekitar berhala-berhala itu. Kemudian mereka sujud di hadapannya mengagungkannya.
Dalam upacara itu, mereka mengeluarkan berbagai macam alat permainan, menabuh simbal, menari, meminum arak, dan menzinahi wanita secara terbuka di antara khalayak ramai seperti binatang.
Nabi Nuh Memohon kepada Allah Taala
Melihat itu, Nabi Nuh berdiri di atas bukit yang tinggi, menengadahkan kepalanya ke langit seraya berkata, “Wahai Tuhanku, aku memohon kepada-Mu untuk menolongku mengalahkan mereka dengan cahaya Muhammad SAW.”
Pada saat itu, jumlah mereka tidak terhitung banyaknya. Dia berdiri di atas bukit itu dan menyeru dengan sekeras-kerasnya, “Wahai orang-orang, aku datang kepadamu sebagai utusan Tuhan semesta alam, mengajak kalian untuk beribadah kepada-Nya dan melarang kalian dari menyembah berhala.”
Setelah Nuh meneriakkan seruan itu, suaranya terdengar dari timur hingga barat, berhala-berhala terjatuh dari kursi-kursinya; para pelayan yang ada di sekitarnya kaget, dan Raja Duramsyil jatuh pingsan.
Setelah sadar dari pingsannya, raja bertanya kepada orang-orang yang berada di sekitarnya, “Suara apakah itu?”
Mereka yang telah mendengar suara itu menjawab, “Itu adalah suara seorang laki-laki yang bernama Nuh. Dia orang gila dan akalnya terganggu.”
Raja Duramsyil berkata, “Bawa dia ke hadapanku!” Atas perintah itu, para pembantu raja pergi kepada Nuh, kemudian mereka membawanya dan menghadapkannya kepada sang raja.
Raja berkata kepada Nuh, “Siapa engkau?”
Nuh menjawab, “Aku adalah Nuh, utusan Tuhan semesta alam. Aku datang kepada kalian membawa risalah agar kalian beriman kepada Allah saja dan tidak menyembah berhala-berhala ini.”
Raja Duramsyil berkata, “Bila engkau gila, aku akan menyembuhkanmu; bila engkau fakir, aku akan menolongmu; dan bila engkau punya utang, aku akan membayarkan utangmu.”
Nabi Nuh AS berkata, “Aku tidak gila, tidak fakir, dan tidak pula berutang, tetapi aku adalah utusan dari Tuhan semesta alam.”
Orang Pertama yang Diangkat Menjadi Rasul
Nabi Nuh adalah orang pertama yang diangkat menjadi rasul. Dia termasuk salah satu rasul Ulul ‘Azmi yang telah diutus kepada keturunan Qabil karena mereka terus-menerus menyembah berhala dan mempertontonkan kemusyrikan.
Dia mengajak mereka untuk mengesakan Allah dan mengatakan, “Tidak ada tuhan kecuali Allah dan Nuh adalah utusan Allah.”
Mendengar jawaban Nuh ini, raja marah dan berkata, “Seandainya hari ini bukan hari raya, tentu aku membunuhnya dengan cara yang sangat keji.”
70 Orang Beriman kepada Nabi Nuh
Menurut sebuah riwayat, pada hari itu seorang wanita yang bernama ‘Umrah beriman kepada Nuh, yang kemudian dinikahinya dan melahirkan 3 anak laki-laki, yaitu Sam, Ham, dan Yafits, dan 3 anak perempuan, yaitu Hashwah, Sarah, dan Buhaiwarah.
Kemudian seorang wanita lagi beriman; namanya adalah Wal’ab binti ‘Ajwil. Wanita itu kemudian dinikahi Nuh dan melahirkan 2 anak laki-laki, yaitu Balus dan Kan’an. Akan tetapi, pada masa berikutnya dia kembali kepada agama sebelumnya.
Selanjutnya, ada sekitar 70 orang, laki-laki dan perempuan, yang beriman kepada Nuh. Tiap hari Nuh pergi kepada kaumnya dan menyeru:
“Wahai kaumku, beribadahlah kepada Allah. Kalian tidak mempunyai tuhan kecuali Allah; tidak ada sekutu bagi-Nya.”
Mendengar seruan ini, orang-orang datang kepadanya dan memukulinya dengan tongkat dan sandal sampai dia pingsan.
Mereka menarik kakinya dan melemparkannya ke dalam tempat pembuangan kotoran. Setelah sadar, Nabi Nuh membasuh darah dari wajahnya kemudian salat dua rakaat dan berdoa, “Ya Allah, ampunilah kaumku karena mereka tidak mengetahui.”
Raja Duramsyil Binasa
Usaha tersebut terus dijalaninya selama sekitar 300 tahun sampai Raja Duramsyil binasa, yang kemudian digantikan oleh anaknya, Tubayin, yang lebih jahat daripada bapaknya.
Nabi Nuh tetap mendakwahinya, seperti yang dilakukan kepada bapaknya sebelumnya. Dia terus berdakwah kepada kaumnya selama 400 tahun hingga dia telah masuk kurun kelima, tetapi kaumnya tetap dalam keadaan mereka seperti dahulu.
Setiap kali mereka mendengar suara Nuh, mereka meletakkan jari-jemari di telinga mereka sebagaimana dikabarkan oleh Allah Yang Maha Agung dalam al-Qur’an.
Suatu ketika, kaum Nuh mengumpulkan batu di atas-atas atap dan ketika Nuh lewat, mereka melemparinya dengan batu-batu itu sampai pingsan.
Mereka menyangka Nabi Nuh telah meninggal. Tiba-tiba datanglah beberapa burung mengibas-ngibaskan sayapnya untuk membuatnya segar dan terjaga.
Nabi Nuh pun sadar dari pingsannya. Hal itu terus-menerus terjadi sampai kurun keenam pun telah berlalu dan masuk pada kurun ketujuh, dan Raja Tubayin telah mati yang kemudian digantikan oleh anaknya, Thaghradus, yang juga tak kalah jahatnya.
Azab Allah: Memandulkan Kaum Nuh
Setiap kali Nuh berdakwah kepada kaumnya, mereka selalu melemparinya degan bebatuan, seperti yang terjadi sebelumnya sampai Allah mewahyukan kepada Nuh, “Tidak ada lagi benih dalam tulang belakang laki-laki dan perut wanita yang akan beriman, yang menyambut dakwahmu.”
Mereka telah dimandulkan oleh Allah. Maka, pada saat itu, Nabi Nuh berdoa kepada Allah agar tidak membiarkan satu pun dari mereka hidup, sebagaimana dikabarkan oleh Allah dengan firman-Nya; “Sesungguhnya jika Engkau biarkan mereka tinggal, niscaya mereka akan menyesatkan hamba-hamba-Mu, dan mereka tidak akan melahirkan selain anak yang berbuat maksiat lagi sangat kafir.” (QS Nuh [71]: 27).