Rabu, April 16, 2025
No menu items!

Refleksi Diri: Mengapa Setelah Ramadan Aku Kembali Seperti Ini?

Must Read

SEMALAM aku tertidur pulas. Tidak seperti malam-malam sebelumnya di bulan Ramadan, saat aku berusaha bangun lebih awal untuk sujud dan berdoa. Sekarang? Qiyamullail terasa begitu berat. Bahkan witir satu rakaat pun terlewat. Dulu, aku begitu semangat mengejar ridha-Nya, menahan kantuk demi meraih ampunan. Sekarang aku malah terlelap tanpa peduli. Kenapa? Apa yang berubah dalam diriku?

Seharian tadi, aku sibuk bersilaturahmi. Bertemu sanak saudara, tertawa-tawa, bercanda entah apa isinya. Ada gurauan yang berlebihan, ada celoteh yang tanpa sadar menyakiti. Bahkan, aku ikut-ikutan membicarakan orang lain. Padahal, baru sebulan lalu aku berusaha menjaga lisan. Menghindari gosip. Mengendalikan emosi. Tapi sekarang? Aku kembali seperti dulu. Apa yang salah?

Dulu aku menutup aurat dengan yakin. Aku merasa bangga bisa menjaga diri. Tapi kini? Aku mulai longgar lagi. Pakaian yang dulu rapi dan syar’i, perlahan berubah. Aku kembali sibuk ber-selfie, senang jika ada yang memuji. Padahal, baru sebulan lalu aku lebih suka menghabiskan waktu dengan Al-Qur’an. Dulu aku begitu haus akan ilmu, tak ingin ketinggalan majelis taklim. Sekarang? Seakan semuanya tak berbekas.

Astaghfirullah… Kenapa aku kembali seperti ini?

Saat Ramadhan, aku begitu takut pada dosa. Tapi kini? Aku mulai menyepelekannya lagi. Nasihat-nasihat yang dulu kuterima dengan hati terbuka, kini terasa mengganggu. Aku mulai berpikir, “Yang penting aku bahagia, urusan nanti biarlah nanti.” Padahal kemarin, aku begitu menikmati tarawih dan doa-doa panjang di sepertiga malam. Tapi sekarang? Satu rakaat pun terasa sulit.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
إِنَّمَا الأَعْمَالُ بِالخَوَاتِيمِ
“Sesungguhnya amal itu tergantung pada akhirnya.”
(HR. Bukhari, no. 6607)

Allah berfirman:
وَاعْبُدْ رَبَّكَ حَتَّىٰ يَأْتِيَكَ الْيَقِينُ
“Dan beribadahlah kepada Tuhanmu sampai datang kepadamu kematian.”
(QS. Al-Hijr: 99)

Aku tidak boleh terus begini. Aku harus bangkit. Aku tidak mau menjadi orang yang hanya rajin saat Ramadhan, lalu kembali lalai setelahnya. Sungguh, merugi jika umur berkurang tetapi takwa tak bertambah.

Ya Allah…

رَبَّنَا لَا تُزِغْ قُلُوبَنَا بَعْدَ إِذْ هَدَيْتَنَا وَهَبْ لَنَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً ۚ إِنَّكَ أَنْتَ الْوَهَّابُ
“Wahai Tuhan kami, janganlah Engkau condongkan hati kami kepada kesesatan setelah Engkau beri petunjuk, dan karuniakanlah kepada kami rahmat dari sisi-Mu. Sesungguhnya Engkau Maha Pemberi.”
(QS. Ali Imran: 8)

Kuatkan hatiku di jalan-Mu. Jangan biarkan aku kembali ke masa lalu. Jangan biarkan aku tertipu oleh dunia yang menyesatkan.

Saudaraku, Ramadhan bukan akhir. Ia adalah awal perjuangan. Sebuah madrasah yang seharusnya membuat kita lebih kuat, bukan sekadar euforia sesaat. Mari kita periksa kembali diri kita. Apakah kita masih berada di jalan yang benar? Atau kita kembali tenggelam dalam kelalaian?

Allah berfirman:
فَاسْتَقِمْ كَمَا أُمِرْتَ وَمَنْ تَابَ مَعَكَ
“Maka istiqamahlah sebagaimana engkau diperintahkan, dan (juga) orang yang bertobat bersamamu.”
(QS. Hud: 112)

Semoga Allah memberi kita kekuatan untuk terus istiqamah dalam ketaatan.
Aamiin ya Rabbal ‘alamin.

PUISI: Malam Pertama, Kelalaian, dan Tertutup Debu

Malam Pertama di Rumah Sunyi (Renungan Barzakh) Malam itu tak bersahabat,Tak ada peluk, tak ada hangat,Sunyi menikam tanpa suara,Hanya tanah yang...
spot_img

More Articles Like This