Jumat, Januari 31, 2025
No menu items!

Refleksi Kosmopolitanisme Islam Berkemajuan Muhammadiyah

Must Read

BANDUNG, JAKARTAMU.COM | Majelis Pustaka dan Informasi (MPI) PWM Jawa Barat menggandeng Lingkar Studi Islam Berkemajuan Universitas Muhammadiyah (UM) Bandung menyelenggarakan bedah buku Kosmopolitanisme Islam Berkemajuan. Acara ini berlangsung menghadirkan Ketua Pusat Studi Islam Berkemajuan Tati dan Ketua MPI PP Muhammadiyah Roni Tabroni sebagai pembedah utama.

Tati dalam pembukaan menyampaikan apresiasi kepada seluruh peserta dan tamu undangan yang hadir, termasuk Wakil Rektor I UM Bandung Hendar Riyadi, Kepala Bagian Kemahasiswaan dan Pengembangan Karier, serta perwakilan dari pimpinan Muhammadiyah.

Dia menekankan pentingnya sesi bedah buku ini sebagai forum diskusi kritis untuk menginterpretasikan pemikiran dalam buku dan menghubungkannya dengan perkembangan Muhammadiyah di berbagai sektor, seperti pendidikan dan kesehatan.

Salah satu isu yang menjadi sorotan dalam diskusi adalah internasionalisasi pendidikan Muhammadiyah. Saat ini, beberapa Pimpinan Cabang Istimewa Muhammadiyah (PCIM) telah berkembang di luar negeri yang menuntut strategi kaderisasi dan penguatan nilai-nilai Islam berkemajuan secara lebih luas.

Roni Tabroni, sebagai pembedah buku, mengupas berbagai aspek yang menjadi inti dari pemikiran ”Kosmopolitanisme Islam Berkemajuan.” Buku yang diterbitkan oleh Suara Muhammadiyah ini memiliki ketebalan 454 halaman dan menyoroti pentingnya kaderisasi serta kontribusi Islam dalam perkembangan ilmu pengetahuan.

Dalam paparannya, Roni menjelaskan bahwa tema ini sangat relevan dengan kondisi global saat ini. Islam sering kali dihadapkan pada stigma negatif, terutama dari Barat, yang menggunakan ilmu pengetahuan dan media sebagai alat untuk membentuk opini yang kurang adil terhadap Islam.

”Konsep kosmopolitanisme Islam dalam Muhammadiyah bertujuan untuk menunjukkan bahwa Islam adalah agama yang inklusif, terbuka, dan mampu beradaptasi dengan berbagai perubahan zaman,” ujarnya.

Dalam forum diskusi, sejumlah pemikir Islam modern dikupas. Salah satunya adalah Buya Hamka, yang menekankan pentingnya keterbukaan umat Islam terhadap perkembangan ilmu pengetahuan dari Barat. Pemikiran ini sejalan dengan prinsip yang diajarkan KH Ahmad Dahlanyang menjadikan ilmu sebagai elemen kunci dalam kehidupan umat Islam.

Sementara itu, Hendar Riyadi melengkapi bahwa tokoh kosmopolit lainnya yaitu Amien Rais, Ahmad Syafii Maarif, dan Din Syamsuddin yang berhasil mengelaborasikan diskursus Barat dan Timur. Sehingga sejak berdirinya Muhammadiyah hingga sekarang dapat disebut sebagai organisasi yang kosmopolit.

”Konsep Islam kosmopolitan yang dipresentasikan dalam buku ini mencerminkan tiga aspek utama. Pertama, hubungan dan interaksi antaragama yang harmonis. Kedua, Islam yang senantiasa kembali kepada ajarannya sebagai rujukan utama. Ketiga, tujuan Islam yang bersifat universal untuk kesejahteraan umat manusia,” katanya.

Dalam kajian akademis, Amin Abdullah menegaskan bahwa Muhammadiyah sejak awal telah memiliki pemikiran yang bersifat kosmopolitan. Tantangan ke depan adalah bagaimana mengatasi ketimpangan dalam pengembangan ilmu, baik di sektor birokrasi maupun sosial.

Kritik terhadap Muhammadiyah

Diskusi juga menyoroti beberapa kritik terhadap Muhammadiyah yang dikemukakan Nakamura, Amien Rais, dan akademisi lain. Beberapa tantangan Muhammadiyah antara lain kualitas pendidikan yang perlu ditingkatkan, kaderisasi yang masih tertinggal dibandingkan organisasi lain, kurangnya filantropi Muhammadiyah yang dapat bersaing di tingkat nasional, dan layanan kesehatan di rumah sakit Muhammadiyah yang masih perlu dioptimalkan agar lebih terjangkau masyarakat.

Dalam konteks politik dan kepemimpinan, Buya Syafii Maarif menegaskan bahwa Muhammadiyah perlu menyiapkan kader-kader negarawan yang memiliki wawasan kebangsaan dan mampu berkontribusi dalam skala nasional. Amien Rais juga menyampaikan lemahnya proses kaderisasi dan menurunnya semangat beramal saleh di kalangan anggota.

Salah satu sorotan dalam diskusi adalah pentingnya literasi dan tradisi intelektual di kader Muhammadiyah. Sebab pendekatan dalam mencapai kosmopolit itu dengan ilmu pengetahuan dan media. Hal ini sebagaimana esensi ”Kosmopolitanisme Islam Berkemajuan” yang menegaskan bahwa Islam adalah agama yang terbuka terhadap ilmu pengetahuan dan perkembangan zaman. Sehingga, kata Hendar Riyadi, dapat diklasifikan hakikat daripada egosentrisme, etnosentrisme, humansentrisme, dan kosmosentrisme,

”Muhammadiyah memiliki peran penting dalam mengembangkan pemikiran kosmopolitanisme Islam. Namun, masih menghadapi tantangan dalam peningkatan kualitas pendidikan, kaderisasi, dan penguatan intelektualisme,” ucapnya.

Sehingga, kata Tati, untuk menghadapi tantangan global, Muhammadiyah perlu melakukan beberap hal. Pertama, memperkuat kaderisasi intelektual yang memiliki wawasan keislaman dan kebangsaan. Kedua, meningkatkan kualitas pendidikan dan Amal Usaha Muhammadiyah (AUM). Ketiga, mengembangkan literasi akademik bagi perempuan Muhammadiya. Keempat, memprioritaskan digitalisasi dan inovasi agar tetap relevan dalam era modern.

”Dengan upaya ini, Muhammadiyah diharapkan dapat terus berkembang sebagai gerakan Islam berkemajuan yang memiliki dampak signifikan di tingkat nasional maupun global,” tandasnya.

Pelantikan Gubernur dan Wakil Gubernur Jakarta Diundur 18-20 Februari

JAKARTAMU.COM | Pelantikan Gubernur dan Wakil Gubernur Jakarta terpilih resmi diundur ke rentang tanggal 18 hingga 20 Februari 2025....

More Articles Like This