Jawa Tengah mendapat julukan kandang banteng. Sekalipun jagoan calon presidennya tersungkur pada Pemilu 2024, perolehan suara PDIP untuk legislatif tetap kokoh menjadi kampiun di Jawa Tengah. Bila diajukan pertanyaan, bukankah PKI telah tiada? Tentu secara formal legal tak bisa direpresentasikan keberadaan hukumnya.
PKI memang tak ada dalam sejarah pemilu sejak 1971 sampai kini. Tetapi kalau diamati angka dukungan PNI antara 19-21 %, melonjak menjadi 34%. Inikah indikasi bermukimnya suara yang tidak ada dalam gambar pemilu teriring ke- tidak suka-an terhadap Partai Islam atau berbasis massa Islam?
Mengapa di Jateng PNI sempat dipecundangi PKI pada pemilu anggota DPRD Provinsi, Kota dan Kabupaten 1957/1958? Karena PNI membuka diri untuk bekerja sama begitu menyatakan sikap netral terhadap PKI. Ini berbeda dengan Masyumi dan NU yang menutup pintu kerja sama politik, bahkan menolak menteri dari PKI sepanjang 1950-1959 di era parlementer.
Namun ketika beralih sistem presidensial dengan Bung Karno sebagai kepala negara sekaligus kepala pemerintahan, kerja sama PKI dengan Bung Karno membuat NU tak berkutik. Dalam perkembangan pada 1998- 2024, NU tampak lebih nyaman bekerja sama lebih dengan kekuatan politik sekuler yang berlatar belakang merah.
Dalam konteks Pilkada Jakarta, jika kekuatan Islam Politik yang menyertai Anies Baswedan bergabung dengan kekuatan nasionalis sekuler, maka PKS, PAN serta PKB akan terbelah. Dengan demikian sangat memungkinkan kubu Pramono-Doel akan menang.
Tetapi jelas tampak bahwa kekompakan kekuatan politik dari kubu Islam Politik 1945-1959 mengalami pasang naik dan turun. Kadang kala satu rumah sedikit berbeda, lebih nyaman bergandengan tangan dengan tetangga sebelah.
Jujurlah, pilihan politik pemilu seringnya hanya proses imitasi dari satu generasi kegenerasi berikutnya. Begitupun pemelukan terhadap agama. Tanpa harus membandingkannya antara agama dan politik, namun sadarilah bahwa setiap muslim tidak berkesamaan pemahaman terhadap agamanya.
Bisa jadi, kini materialisme yang menunggangi agama, melahirkan sekian pembenaran politik yang menyertainya. Namun, percayalah bahwa kekuatan materialisme akan menghadapi kekuatan penyeimbang yang selalu menghendaki keseimbangan spiritual dan material pada garis politik ke depan ini. (*)
Sumber: Hasil Pemilu 1955 dan 1957/1958, Langkah Merah – Gerakan PKI 1950-1955, Antara dan referensi lain