JAKARTAMU.COM | Rencana Presiden Prabowo Subianto untuk mengevakuasi 1.000 warga Gaza ke Indonesia menuai kritik dari Maarif Institute for Culture and Humanity. Meski mengapresiasi semangat kemanusiaan yang mendasari inisiatif tersebut, lembaga ini menilai kebijakan itu perlu dipertimbangkan ulang secara matang agar tidak kontraproduktif terhadap perjuangan rakyat Palestina.
Direktur Eksekutif Maarif Institute, Andar Nubowo, menilai bahwa langkah evakuasi ini bisa menjadi preseden yang justru menguntungkan pihak penjajah. Menurut dia, evakuasi warga Gaza yang tidak disertai dengan strategi pembebasan dan pemulihan hak, berisiko mengukuhkan dominasi imperialis atas Palestina.
”Ini bisa menjadi sinyal bagi dunia bahwa pengosongan wilayah adalah solusi, padahal itu justru mempercepat agenda pendudukan,” ujar Andar dalam pernyataan tertulis Maarif Institute, Jumat (11/4/2025)
Andar juga menyoroti kemungkinan rencana ini dimanfaatkan dalam konteks tekanan ekonomi-politik global. “Bantuan kemanusiaan tidak boleh menjadi alat politik luar negeri yang tunduk pada tekanan geopolitik, termasuk dari Amerika Serikat. Kita harus waspada terhadap jebakan tarif atau intervensi yang melemahkan posisi Indonesia dalam membela Palestina,” tambahnya.
Sementara itu, Laila Hanifah, peneliti utama Maarif Institute, menekankan pentingnya transparansi dan konsistensi dalam kebijakan luar negeri Indonesia. Dia mengingatkan bahwa sejak awal Indonesia selalu berada di garda depan dalam mendukung kemerdekaan Palestina. Karena itu, kebijakan apa pun, termasuk evakuasi warga Gaza, mesti selaras dengan semangat tersebut.
”Jangan sampai langkah simbolik justru menimbulkan kegaduhan dan ketidaksiapan di dalam negeri,” katanya.
Laila juga memperingatkan tentang risiko jangka panjang yang melekat pada kebijakan ini. “Setelah dievakuasi, lalu apa? Mereka butuh layanan kesehatan, pendidikan, jaminan sosial, bahkan strategi repatriasi. Sampai hari ini, belum ada kajian publik yang menunjukkan kesiapan kita untuk itu. Ini bisa jadi masalah besar di kemudian hari,” ujarnya.
Berpotensi Menjaduh dari Prinsip Keadilan
Dari perspektif Islam progresif-moderat yang menjadi pijakan Maarif Institute, Andar menilai evakuasi tanpa arah perjuangan bisa menjauh dari prinsip keadilan dan anti-penjajahan. “QS. An-Nisa: 75 jelas memerintahkan kita membela kaum mustadh’afin. Tapi membela itu bukan dengan memisahkan mereka dari tanah airnya tanpa rencana kembali. Keadilan harus ditegakkan, bukan dikaburkan oleh retorika bantuan,” katanya.
Maarif Institute mendesak tiga langkah konkret dari pemerintah. Pertama, menyampaikan secara terbuka hasil asesmen kesiapan dan tujuan strategis dari evakuasi. Kedua, menetapkan posisi kebijakan luar negeri yang bebas aktif dan tidak terpengaruh tekanan asing. Ketiga, memimpin solidaritas global yang memperjuangkan kemerdekaan Palestina, bukan sekadar merespons krisis secara reaktif.
“Kita ingin Indonesia tetap menjadi contoh sebagai negara Muslim mayoritas yang tegas menolak penjajahan. Bukan sekadar reaktif, tetapi proaktif dalam membangun diplomasi yang berkeadilan,” tutup Andar.
Presiden Prabowo menyampaikan rencana untuk mengevakuasi sekitar 1.000 warga Gaza yang menjadi korban kekejaman genosida Israel dalam keterangan pers di Lanud Halim Perdanakusuma, Jakarta, Rabu (9/4/2025).
“Saya lakukan ini karena banyak permintaan terhadap Indonesia untuk lebih aktif lagi berperan untuk mendukung mencari penyelesaian konflik di Gaza dan di Timur Tengah secara keseluruhan,” tegas
Prabowo juga mengutus Menteri Luar Negeri untuk menjalin komunikasi langsung dengan pihak Palestina guna membahas teknis pelaksanaan evakuasi.
“Kami siap evakuasi mereka yang luka-luka, mereka yang kena trauma, anak-anak yatim piatu siapa pun… Kami siap akan kirim pesawat-pesawat untuk angkut mereka, kita perkirakan mungkin jumlahnya 1.000 untuk gelombang pertama,” ujar Prabowo.