JAKARTAMU.COM | Hidup ini adalah perjalanan sementara menuju kehidupan abadi. Kita lahir, tumbuh, menjalani masa-masa suka dan duka, hingga akhirnya tiba di penghujung perjalanan, yakni kematian. Namun, pernahkah kita benar-benar merenungi: apa yang sesungguhnya berarti ketika kita pergi? Apa yang tersisa ketika ruh telah kembali kepada Allah, dan tubuh kita terbujur kaku?
Allah ﷻ berfirman:
كُلُّ نَفْسٍ ذَائِقَةُ الْمَوْتِ ۖ ثُمَّ إِلَيْنَا تُرْجَعُونَ
“Tiap-tiap yang bernyawa akan merasakan mati. Kemudian hanya kepada Kami kamu dikembalikan.” (QS. Al-‘Ankabut: 57)
Ketika ajal tiba, tidak ada lagi yang mampu menemani kita, kecuali amal dan doa dari orang-orang yang mencintai kita dengan tulus. Segala yang kita miliki di dunia—harta, jabatan, dan pujian manusia—tidak akan ikut menyertai. Yang tersisa hanyalah mereka yang mau menyalatkan kita, mendoakan ampunan untuk kita, dan memberikan kesaksian baik tentang amal-amal kita di dunia.
Hakikat Karangan Bunga
Di zaman ini, kemegahan dunia sering kali terlihat bahkan dalam momen kematian. Karangan bunga yang berjejer di sekitar rumah duka menjadi simbol penghormatan, namun apakah ia bermanfaat bagi si mayit? Rasulullah ﷺ bersabda:
إِذَا مَاتَ الإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَمَلُهُ إِلَّا مِنْ ثَلاَثَةٍ: صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ، أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ، أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ
“Jika seseorang meninggal dunia, maka terputuslah amalnya kecuali tiga perkara: sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, atau anak saleh yang mendoakannya.” (HR. Muslim)
Karangan bunga tidak menambah amal. Ia tidak membawa manfaat kepada orang yang telah tiada, kecuali sekadar simbol duniawi. Yang lebih berharga adalah mereka yang berkenan menyalatkan jenazah kita, bersedia mendoakan kita, dan menjadi saksi atas kebaikan yang pernah kita perbuat.
Duka di Balik Kehormatan Dunia
Bayangkanlah seseorang yang sepanjang hidupnya dihormati karena kedudukan dan hartanya. Saat ia wafat, rumahnya dipenuhi pelayat, namun sedikit yang berkenan menyalatkan. Mereka beralasan malas membuka sepatu, sibuk dengan urusan dunia, atau merasa malu berada di tengah-tengah orang besar.
Hal ini mengingatkan kita pada sabda Rasulullah ﷺ:
مَنْ شَهِدَ جَنَازَةً حَتَّى يُصَلَّى عَلَيْهَا فَلَهُ قِيرَاطٌ، وَمَنْ شَهِدَهَا حَتَّى تُدْفَنَ كَانَ لَهُ قِيرَاطَانِ
“Barangsiapa yang menghadiri jenazah hingga dishalatkan, maka baginya satu qirath. Dan barangsiapa menghadirinya hingga jenazah itu dikuburkan, maka baginya dua qirath.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Para sahabat bertanya, “Apakah itu qirath, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Seperti dua gunung yang besar.”
Betapa besarnya pahala shalat jenazah, namun sering kali hal itu terlupakan karena urusan dunia. Padahal, shalat jenazah adalah hak seorang muslim atas muslim lainnya.
Ibrah: Carilah Sahabat Dunia Akhirat
Renungkanlah, siapa yang akan menyalatkan kita ketika kita wafat? Siapa yang dengan tulus mendoakan kita saat kita tak lagi mampu meminta ampunan kepada Allah?
Allah ﷻ berfirman:
الْأَخِلَّاءُ يَوْمَئِذٍۢ بَعْضُهُمْ لِبَعْضٍ عَدُوٌّ إِلَّا ٱلْمُتَّقِينَ
“Teman-teman akrab pada hari itu saling bermusuhan satu sama lain, kecuali orang-orang yang bertakwa.” (QS. Az-Zukhruf: 67)
Carilah sahabat yang membawa kita mendekat kepada Allah, bukan mereka yang hanya menemani kita dalam kesenangan dunia. Bersahabatlah dengan mereka yang peduli pada akhirat kita, yang tidak segan mengingatkan ketika kita lalai, dan yang akan mendoakan kita ketika kita sudah tiada.
Apa yang Kita Tinggalkan?
Amal kita adalah warisan abadi. Rasulullah ﷺ bersabda:
مَنْ صَلَّى عَلَى جَنَازَةٍ وَشَهِدَ دَفْنَهَا فَلَهُ مِثْلُ أُجْرِهِا
“Barangsiapa yang menyalatkan jenazah dan menyaksikan penguburannya, maka baginya pahala seperti pahala si mayit.” (HR. Ahmad)
Bayangkan betapa beruntungnya jika kita memiliki sahabat yang selalu mengingatkan kita untuk menambah bekal akhirat. Karena sejatinya, rizki terakhir kita di dunia adalah shalat jenazah dari orang-orang yang mencintai kita karena Allah.
Penutup: Renungan Bagi yang Hidup
Hidup ini terlalu singkat untuk dihabiskan bersama mereka yang tidak peduli pada akhirat kita. Mulai hari ini, jadikan setiap pertemanan sebagai ladang ibadah. Berdekatanlah dengan orang-orang yang akan mencintai kita hingga akhir, yang akan menghadiahkan doa, bukan sekadar bunga.
Dan jangan lupa, jadilah orang yang peduli pada saudara seiman. Rasulullah ﷺ bersabda:
لَا يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى يُحِبَّ لِأَخِيهِ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِهِ
“Tidaklah sempurna iman salah seorang di antara kalian hingga ia mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Mari kita bermuhasabah, apakah kita sudah menjadi sahabat sejati bagi orang lain? Apakah kita telah menyiapkan teman yang akan setia menyalatkan kita saat kita wafat? Semoga Allah ﷻ memberikan kita teman-teman yang salih dan salihah, yang mencintai kita karena-Nya, serta menolong kita untuk kembali kepada-Nya dalam keadaan husnul khatimah.
“Ya Allah, kumpulkanlah kami bersama orang-orang yang mencintai-Mu dan mencintai Rasul-Mu, di dunia hingga akhirat.”
Dwi Taufan Hidayat, Penasihat Takmir Mushala Al-Ikhlas Desa Bergas Kidul Kabupaten Semarang