BUKAN sekadar reuni tetapi pertemuan sejarah. Delapan tahun setelah Aksi 212 menggetarkan Jakarta, kita kembali berkumpul. Bukan untuk mengungkit perbedaan tetapi untuk merajut kembali benang persatuan yang pernah menyatukan jutaan hati dalam satu tekad: mengutamakan keadilan dan kebaikan.
Era kekinian menuntut kebijaksanaan baru. Polarisasi dan perbedaan pandangan bukan lagi dapat dihindari. Namun, semangat 212 – semangat persatuan yang dijiwai nilai-nilai keagamaan dan keindonesiaan – dapat menjadi kompas bagi kita untuk menavigasi perbedaan itu. Di tengah ancaman perpecahan yang semakin nyata, persatuan menjadi benteng terakhir bagi keutuhan bangsa.
Reuni Akbar 212 bukan sekadar mengenang masa lalu. Ia adalah momentum untuk menciptakan masa depan yang lebih baik. Sebuah kesempatan untuk menunjukkan bahwa perbedaan bukan halangan, tetapi peluang untuk saling belajar dan tumbuh bersama dalam semangat ukhuwah islamiyah dan persatuan bangsa.
Kita telah belajar dari masa lalu. Kita telah memahami bahwa persatuan yang kuat hanya terbangun di atas landasan saling menghormati dan dialog yang konstruktif.
Mari kita jadikan Reuni Akbar 212 tahun 2024 sebagai perayaan persatuan di tengah keberagaman. Sebuah komitmen untuk terus membangun Indonesia yang lebih adil, damai, dan sejahtera. Semangat 212, bukan sekadar kenangan, tetapi warisan berharga untuk generasi mendatang.
Mari kita wariskan semangat persatuan ini dengan tindakan nyata, menjadikan perbedaan sebagai kekayaan bangsa, dan mengutamakan kepentingan bersama di atas segalanya. (*)