JAKARTAMU.COM | Revisi Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI) yang sedang dibahas menimbulkan kekhawatiran terkait dampaknya terhadap demokrasi dan profesionalisme militer di Indonesia. Berikut adalah evaluasi dan analisis terhadap potensi dampak dari revisi tersebut:
- Keterlibatan Militer dalam Jabatan Sipil
Revisi UU TNI mengusulkan perluasan peran personel militer aktif dalam jabatan-jabatan sipil, menambah daftar institusi yang dapat diisi oleh TNI aktif, termasuk Kejaksaan Agung dan Kementerian Kelautan dan Perikanan. Langkah ini mengingatkan pada era “Dwifungsi ABRI” di masa Orde Baru, di mana militer memiliki peran dominan dalam pemerintahan sipil. Keterlibatan militer dalam jabatan sipil berpotensi melemahkan prinsip supremasi sipil dan mengaburkan batas antara fungsi militer dan sipil, yang dapat mengancam demokrasi. - Profesionalisme Militer
Penempatan personel militer dalam jabatan sipil dapat mengalihkan fokus TNI dari tugas utama pertahanan negara, sehingga melemahkan profesionalisme militer. TNI seharusnya berfokus pada modernisasi alutsista, peningkatan kesejahteraan prajurit, dan adaptasi terhadap ancaman eksternal, bukan terlibat dalam urusan sipil. - Risiko Loyalitas Ganda dan Konflik Kepentingan
Keterlibatan militer dalam jabatan sipil dapat menimbulkan loyalitas ganda dan konflik kepentingan, yang dapat mengganggu netralitas birokrasi dan efektivitas pemerintahan. - Lemahnya Kontrol Demokrasi terhadap Militer
Revisi UU TNI dapat melemahkan kontrol demokrasi terhadap militer, mengingat perluasan peran militer dalam ranah sipil dapat mengurangi akuntabilitas dan transparansi dalam pemerintahan. - Respons Masyarakat Sipil
Berbagai elemen masyarakat sipil, termasuk pegiat hak asasi manusia dan akademisi, menolak revisi UU TNI karena dianggap berpotensi mengembalikan dwifungsi TNI dan merusak demokrasi. - Proses Legislasi yang Kurang Transparan
Proses pembahasan revisi UU TNI yang kurang transparan dan minim partisipasi publik menimbulkan kecurigaan dan ketidakpercayaan terhadap pemerintah dan DPR.
Pandangan Pengamat
Pengamat politik Rocky Gerung mengungkapkan bahwa revisi UU TNI dapat membahayakan kedaulatan sipil dan berpotensi disalahgunakan untuk kepentingan politik praktis pada Pemilu 2029.
Sementara itu, pengamat militer Slamet Ginting berpendapat bahwa masyarakat tidak perlu apriori terhadap personel militer aktif yang menduduki jabatan sipil, asalkan sesuai dengan kebutuhan bangsa dan negara. Namun, ia menekankan pentingnya pengawasan agar tidak terjadi penyimpangan fungsi sosial politik TNI.
Secara keseluruhan, revisi UU TNI berpotensi mengaburkan batas antara ranah militer dan sipil, melemahkan profesionalisme militer, dan mengancam prinsip-prinsip demokrasi yang telah dibangun sejak reformasi. Penting bagi pemerintah dan DPR untuk mempertimbangkan masukan dari berbagai elemen masyarakat dan memastikan bahwa revisi tersebut tidak mengorbankan nilai-nilai demokrasi dan profesionalisme militer. (Dwi Taufan Hidayat)