DALAM beberapa tahun terakhir, ruqyah telah menjadi metode pengobatan alternatif yang semakin populer. Mulai dari masyarakat biasa hingga tokoh masyarakat memanfaatkan ruqyah untuk mengatasi berbagai penyakit, termasuk penyakit serius seperti kanker. Lalu, apa sebenarnya ruqyah itu?
Ruqyah adalah metode pengobatan non-medis yang telah ada sejak zaman Nabi Ibrahim alaihissalam. Tetapi di Indonesia, metode ini relatif baru.
Saking barunya, Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) belum memasukkannya sebagai serapan kata Arab, yang berbeda makna dengan rukyat. Tetapi itu masalah lain. Yang pasti tradisi ruqyat terus berlanjut hingga masa Nabi Muhammad SAW.
Pada masa Rasulullah SAW, seorang sahabat bernama Auf bin Malik, yang sebelumnya melakukan ruqyah di masa jahiliyah, mendengar bahwa Nabi melarang praktik ini. Ia pun bertanya kepada Rasulullah:
“Dahulu kami meruqyah di masa jahiliyah. Lalu kami bertanya, wahai Rasulullah, bagaimana pendapatmu tentang hal itu?” Rasulullah SAW menjawab, “Tunjukkan kepadaku ruqyah-ruqyah kalian, ruqyah-ruqyah itu tidak mengapa selama tidak mengandung syirik.” (HR Muslim).
Sejumlah hadis lain menjelaskan bahwa Nabi Muhammad SAW sendiri pun melakukan ruqyah. Salah satunya diriwayatkan Aisyah:
“Dari Aisyah ra bahwa Rasulullah SAW apabila akan tidur, beliau meniup di kedua tangannya, membaca surah mu’awwidzaat (Al-Ikhlas, Al-Falaq, dan An-Nas), lalu mengusapkan kedua tangannya pada tubuhnya.” (Muttafaq ‘alaih, dikutip dari muhammadiyah.or.id).
Selain pada keluarganya, Nabi juga pernah melakukan ruqyah kepada sahabatnya, Abu Hurairah. Hadis tersebut berbunyi:
“Dari Abu Hurairah, ia berkata, ‘Nabi SAW datang menjengukku, lalu beliau bersabda: Apakah kamu mau aku ruqyah dengan ruqyah yang diajarkan Jibril kepadaku?’ Aku menjawab, ‘Demi ayah dan ibuku, tentu ya Rasulullah.’
Beliau kemudian membaca doa—yang artinya: ‘Dengan nama Allah aku meruqyahmu. Allah-lah yang menyembuhkanmu dari setiap penyakit yang menimpamu, dari setiap kejahatan wanita-wanita tukang sihir yang menghembus pada buhul-buhul, dan dari kejahatan pendengki bila ia dengki.’ Beliau mengucapkannya hingga tiga kali.” (HR. Ibnu Majah).
Secara etimologis, ruqyah adalah al-‘udzah (sebuah perlindungan) yang digunakan untuk melindungi orang-orang dari berbagai penyakit, seperti panas akibat sengatan binatang, kesurupan, dan penyakit lainnya. Secara terminologis, ruqyah adalah usaha meminta kesembuhan kepada Allah melalui bacaan ayat-ayat Al-Qur’an, hadis, atau dengan menyebut nama-nama Allah (al-ismu al-mu’adzam) serta sifat-sifat-Nya. Biasanya, ruqyah disertai dengan tiupan.
Dari perspektif sains, kemanjuran ruqyah melalui bacaan Al-Qur’an terhadap pasien telah dibuktikan oleh Fabien Maman dan Joel Sternheimer (Kontestasi Akal dan Ilmu Hadis, Arofatul Muawanah, STAI Al-Yasini Pasuruan Jawa Timur, November 2023).
Pada 1974, kedua peneliti ini berargumen bahwa setiap bagian tubuh manusia memiliki gelombangnya masing-masing yang mengikuti hukum fisika. Setelah bertahun-tahun melakukan penelitian dan uji coba, mereka menemukan bahwa suara dapat memengaruhi sel-sel tubuh, termasuk sel kanker. Suara manusia, menurut mereka, memiliki pengaruh yang paling dominan.
Fabien kemudian melanjutkan penelitian dengan menghadapkan sel-sel kanker pada suara berfrekuensi tinggi. Ia menyimpulkan bahwa interaksi antara suara eksternal dan getaran sel dalam tubuh dapat memecah dan menghancurkan sel kanker.
Penelitian ini menunjukkan bahwa suara memiliki pengaruh besar dalam proses penyembuhan. Setiap sel tubuh manusia merespons suara dan getaran yang diterimanya, yang pada akhirnya dapat menggerakkan atau mengubah sel sesuai dengan gelombang suara tersebut.
Dari uraian di atas, bisa disimpulkan ruqyah diperbolehkan selama tidak bertentangan dengan syariat Islam. Selain itu, metode ini tidak bertentangan dengan hukum fisika maupun sains. (*)