JAKARTAMU.COM | Pengesahan Revisi Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (RUU TNI) oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pada 20 Maret 2025 telah memicu gelombang protes dari berbagai elemen masyarakat, terutama kalangan akademisi dan mahasiswa. Mereka menilai bahwa perubahan ini berpotensi mengembalikan dwifungsi TNI yang pernah dihapus pascareformasi, sehingga mengancam prinsip supremasi sipil dalam sistem demokrasi Indonesia.
Kontroversi dalam Revisi UU TNI
Beberapa pasal dalam revisi UU TNI dianggap kontroversial dan menjadi sumber kekhawatiran publik. Misalnya, Pasal 7 memperluas cakupan operasi militer selain perang (OMSP), termasuk tugas menangani masalah narkotika, ancaman siber, dan penyelesaian kasus WNI di luar negeri. Perluasan peran ini dikhawatirkan membuka ruang bagi TNI untuk terlibat lebih dalam dalam urusan sipil, yang seharusnya berada di bawah kendali otoritas sipil.
Selain itu, penempatan prajurit TNI aktif di lembaga sipil dan perpanjangan usia pensiun juga menjadi sorotan. Koalisi Masyarakat Sipil menilai bahwa revisi ini tidak memiliki urgensi yang jelas dan justru mengganggu profesionalisme militer sebagai alat pertahanan negara.
Peran Kampus dan Gerakan Mahasiswa
Kampus sebagai pusat intelektual memiliki peran krusial dalam mengawal demokrasi dan menjaga prinsip supremasi sipil. Sejarah mencatat bahwa gerakan mahasiswa sering kali menjadi motor penggerak perubahan sosial dan politik di Indonesia. Dalam konteks revisi UU TNI, peran kampus kembali menonjol melalui berbagai aksi dan pernyataan sikap.
Di Universitas Gadjah Mada (UGM), ratusan dosen dan mahasiswa menggelar aksi menolak RUU TNI di halaman Balairung, Gedung Pusat UGM, pada 18 Maret 2025. Mereka menilai bahwa perubahan legislasi ini mengikis prinsip supremasi sipil dan berpotensi mengembalikan dwifungsi TNI.
Selain itu, Rektor Universitas Islam Indonesia (UII), Fathul Wahid, menekankan pentingnya kampus dan masyarakat sipil untuk bersuara lantang menolak revisi UU TNI. Ia berharap suara penolakan ini terus disuarakan hingga RUU TNI dibatalkan.
Aksi Mahasiswa di Berbagai Daerah
Gelombang penolakan terhadap revisi UU TNI tidak hanya terjadi di Yogyakarta, tetapi juga di berbagai daerah lain. Mahasiswa dari berbagai universitas menggelar aksi demonstrasi menolak pengesahan revisi UU TNI. Di Jakarta, mahasiswa Universitas Trisakti menggelar aksi di depan kompleks parlemen dan sempat mengadang mobil Menteri Hukum yang melintas di sekitar lokasi.
Di Universitas Indonesia (UI), mahasiswa menilai UU TNI yang baru saja disahkan mencederai demokrasi dan amanat reformasi. Mereka menegaskan bahwa Indonesia sedang tidak baik-baik saja dengan disahkannya UU tersebut.
Langkah Strategis Kampus dan Mahasiswa
Untuk memastikan suara kampus berdampak signifikan, beberapa langkah strategis dapat ditempuh:
- Advokasi Kebijakan: Mendorong dialog dengan pembuat kebijakan untuk menyampaikan aspirasi dan kekhawatiran terkait revisi UU TNI.
- Pendidikan Publik: Mengadakan seminar, diskusi, dan publikasi yang mengedukasi masyarakat luas tentang dampak potensial revisi UU TNI terhadap demokrasi dan supremasi sipil.
- Koalisi Luas: Membangun jaringan dengan organisasi masyarakat sipil, media, dan lembaga internasional untuk memperkuat posisi dan mendapatkan dukungan lebih luas.
- Aksi Massa: Mengorganisir demonstrasi damai dan aksi simbolik untuk menunjukkan penolakan terhadap revisi UU TNI, seperti yang telah dilakukan di berbagai daerah.
- Langkah Hukum: Mengajukan uji materi (judicial review) ke Mahkamah Konstitusi untuk menantang konstitusionalitas revisi UU TNI.
Dengan langkah-langkah tersebut, diharapkan suara kampus dan gerakan mahasiswa dapat memberikan dampak signifikan dalam menjaga prinsip demokrasi dan supremasi sipil di Indonesia. (Dwi Taufan Hidayat)