JAKARTAMU.COM | Selama 31 tahun, Said Didu telah menyaksikan secara langsung betapa berat dan berbahayanya perjuangan melawan mafia tanah. Ia memahami betul bahwa mereka bukan sekadar kelompok preman biasa, melainkan jaringan yang memiliki kekuatan besar—menguasai modal, mengendalikan kekuasaan, dan bahkan menyusup ke dalam sistem hukum. Ia sendiri hampir menjadi korban kezaliman mereka, tetapi tetap berpegang teguh pada prinsipnya: tanah adalah hak rakyat, bukan barang dagangan yang bisa dirampas dengan kekuatan dan tipu daya.
Melawan mafia tanah bukan sekadar urusan hukum atau ekonomi, tetapi jihad fi sabilillah. Sebab, tanah adalah amanah. Setiap jengkalnya bukan hanya bernilai materi, tetapi juga harga diri, sejarah, dan masa depan anak cucu. Mereka yang berani melawan harus siap menghadapi tekanan yang luar biasa: ancaman, kriminalisasi, fitnah, hingga intimidasi fisik. Namun, bagi mereka yang ikhlas dan berpegang teguh pada kebenaran, perjuangan ini adalah jalan menuju ridha Allah dan surga-Nya.

Tanah: Hak yang Harus Dipertahankan
Dalam Islam, tanah adalah salah satu bentuk kepemilikan yang dijaga dengan ketat. Rasulullah ﷺ bersabda:
مَنْ أَحْيَا أَرْضًا مَيْتَةً فَهِيَ لَهُ
“Barang siapa menghidupkan tanah mati, maka tanah itu menjadi miliknya.” (HR. Abu Dawud, Tirmidzi, dan Ahmad)
Islam mengajarkan bahwa kepemilikan tanah bukan sekadar hak, tetapi juga tanggung jawab. Mereka yang telah mengelola dan menjaga tanah dengan baik, memiliki hak untuk mempertahankannya. Sebaliknya, mengambil tanah orang lain secara zalim adalah dosa besar. Rasulullah ﷺ bersabda:
مَنْ أَخَذَ شِبْرًا مِنَ الْأَرْضِ ظُلْمًا طَوَّقَهُ اللَّهُ إِيَّاهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مِنْ سَبْعِ أَرَضِينَ
“Barang siapa mengambil sejengkal tanah secara zalim, maka Allah akan mengalungkan kepadanya sejengkal tanah tersebut dari tujuh lapisan bumi pada hari kiamat.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Melawan Kezaliman: Kewajiban yang Tidak Bisa Ditawar
Mafia tanah sering kali beroperasi dengan cara-cara keji: memalsukan sertifikat, menggunakan preman untuk mengintimidasi warga, dan bahkan memanfaatkan aparat serta pejabat korup untuk melegalkan perampasan tanah. Mereka memanfaatkan ketidaktahuan rakyat kecil tentang hukum, menyuap hakim, dan mempermainkan sistem administrasi negara demi kepentingan segelintir oligarki.

Namun, Islam tidak mengajarkan untuk diam terhadap kezaliman. Allah ﷻ berfirman:
وَلَا تَرْكَنُوا إِلَى الَّذِينَ ظَلَمُوا فَتَمَسَّكُمُ النَّارُ
“Dan janganlah kamu cenderung kepada orang-orang yang zalim yang menyebabkan kamu disentuh api neraka.” (QS. Hud: 113)
Diam dan membiarkan kezaliman justru akan memperparah keadaan. Sebaliknya, melawan mafia tanah adalah bagian dari jihad yang diperintahkan dalam Islam. Nabi Muhammad ﷺ bersabda:
أَفْضَلُ الْجِهَادِ كَلِمَةُ حَقٍّ عِنْدَ سُلْطَانٍ جَائِرٍ
“Jihad yang paling utama adalah mengatakan kebenaran di hadapan penguasa yang zalim.” (HR. Abu Dawud dan Tirmidzi)
Jihad yang Berbuah Surga
Perjuangan melawan mafia tanah memang membutuhkan banyak pengorbanan: uang, tenaga, energi, bahkan nyawa. Tetapi ini bukan perjuangan yang sia-sia. Dalam Islam, mempertahankan hak adalah bagian dari jihad, dan mereka yang terbunuh dalam mempertahankan haknya akan digolongkan sebagai syahid. Rasulullah ﷺ bersabda:
مَنْ قُتِلَ دُونَ مَالِهِ فَهُوَ شَهِيدٌ
“Barang siapa terbunuh karena membela hartanya, maka ia syahid.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Bukan hanya berjuang di dunia, mereka yang tetap teguh dalam melawan kezaliman akan mendapatkan balasan terbaik di akhirat. Allah ﷻ berfirman:
إِنَّ اللَّهَ يُدَافِعُ عَنِ الَّذِينَ آمَنُوا
“Sesungguhnya Allah akan membela orang-orang yang beriman.” (QS. Al-Hajj: 38)
Menghadapi Mafia Tanah dengan Keikhlasan
Said Didu menegaskan bahwa dalam perjuangan ini, yang paling penting adalah keikhlasan. Bukan hanya sekadar membela tanah sebagai aset duniawi, tetapi juga sebagai tanggung jawab kepada Allah.
“Saya khawatir di akhirat nanti Allah bertanya, kenapa kamu tidak mempertahankan tanahmu?” ujarnya.
Pertanyaan ini harus menjadi renungan bagi setiap orang yang menghadapi ketidakadilan. Sebab, diam bukanlah pilihan. Melawan mafia tanah bukan hanya perjuangan hukum dan sosial, tetapi juga amanah yang akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah.
Sebagaimana firman-Nya:
وَقِفُوهُمْ إِنَّهُمْ مَسْئُولُونَ
“Tahanlah mereka (di akhirat), sesungguhnya mereka akan dimintai pertanggungjawaban.” (QS. Ash-Shaffat: 24)
Bertahan atau Menyerah?
Melawan mafia tanah memang berat dan penuh risiko. Tapi lebih berat lagi jika harus mempertanggungjawabkan kelalaian kita di akhirat. Mereka yang memilih untuk berjuang mungkin akan menghadapi tekanan dan ancaman, tetapi mereka juga akan mendapatkan kemuliaan di sisi Allah.
Karena itu, siapa pun yang saat ini tengah berhadapan dengan kezaliman para mafia tanah, jangan pernah takut! Bertahanlah, bersabarlah, dan percayalah bahwa keadilan Allah pasti akan datang. Jika bukan di dunia, maka di akhirat, di mana setiap ketidakadilan akan dibalas dengan sempurna.
Sebagaimana janji Rasulullah ﷺ:
إِنَّ اللَّهَ لَيُمْلِي لِلظَّالِمِ حَتَّى إِذَا أَخَذَهُ لَمْ يُفْلِتْهُ
“Sesungguhnya Allah memberi tangguh kepada orang yang zalim, tetapi apabila Dia telah menghukumnya, maka Dia tidak akan melepaskannya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Maka tetaplah berjuang! Sebab, keadilan sejati bukan hanya soal menang di pengadilan dunia, tetapi juga di mahkamah Allah kelak.