Oleh Tony Rosyid, Pengamat Politik
SAID Didu adalah orang yang cukup langka di negeri ini. Sosok dari kelas menengah mapan ini terus mengambil bagian untuk bangsa ini dengan caranya yang kritis, bernyali, dan sangat berani.
Said Didu, juga kita semua para aktivis dan akademisi, sungguh sadar betapa negara ini darurat oligarki. Sisi mana yang tersisa dari negeri ini yang tidak dikuasai dan dikendalikan oleh oligarki?
Siapa oligarki itu? Para pemodal yang mampu kendalikan produk undang-undang dan kebijakan politik untuk mendukung bisnis mereka. Pun mereka yang karena “ketamakan” melanggengkan bisnis haram, mulai mafia impor, penambang ilegal, hingga narkoba dan judi online.
Baca juga: Penindasan Rezim Oligraki di PIK-2: Bangkitkan Public Disobedience
Hampir semua proyek pemerintah, baik pusat maupun daerah dengan anggaran besar, di situ oligarki berkuasa dan menjadi kendalinya. Kenapa? Pertama, mereka telah berinvestasi dengan modal besar di setiap pemilu. Kedua, mereka berpengalaman bagaimana merampok uang negara dengan rapi. Jagonya memanipulasi administrasi. Ketiga, mereka sangat rapi dalam berbagi hasil rampokan.
Bagaimana dengan Proyek Strategis Nasional (PSN) PIK2? Banyak pihak yang mempertanyakan proyek ini. Apa urgensinya proyek ini untuk rakyat? Apa keuntungan yang didapat negara dari proyek ini? Apakah atas nama PSN, lalu tanah rakyat jadi sangat murah harganya? Itulah keganjilan yang terus menerus mengganggu pikiran sadar para aktivis, termasuk Said Didu.
Di tengah sunyinya pengerjaan proyek ini, tampil seorang Mohammad Said Didu. Mosad, panggilan manusia merdeka ini, langsung turun ke lapangan. Cek fakta, bicara dengan warga yang tanahnya dibeli dengan harga murah. Dari hasil investigasi ini, Said Didu menemukan keganjilan. Terutama, mengapa tanah rakyat dibeli dengan harga murah?
Baca juga: Pak Presiden, Tolong Perhatikan Juga Pajak UMKM
Said Didu berteriak. Teriak sekeras-kerasnya. Atas nama rakyat yang lemah, Said Didu protes. Said Didu mengajak semua aktivis, akademisi dan para tokoh yang masih memiliki kepekaan untuk ikut memperjuangkan hak rakyat. Hak untuk dibeli tanahnya dengan harga layak. Itu saja, kata Said Didu.
Video teriakan Said Didu nyaring. Masuk ke telinga rakyat, juga ke telinga pemilik proyek. Mungkin juga sudah sampai ke telinga istana. Istana Jakarta, maupun istana Solo.