JAKARTAMU.COM | Gedung Bioskop Oranje dibuka pada 1907. Ini merupakan kemunculan bioskop pertama di Kota Kembang. Letaknya ada di sekitar alun-alun Kota Bandung, dengan dua gedung visual yang dibangun yakni de Crown Bioscoop dan Oranje Electro.
Pada hari Ahad 6 Oktober 1929, Muhammadiyah menyelenggarakan rapat umum di tempat ini. Dalam rapat itu dihadiri oleh 200 anggota Muhammadiyah termasuk 10 perempuan.
Berikut ini catatan ejarah yang ditulis Prof. Dr. Djoko Marihandono dalam buku “KH Ahmad Dahlan (1868 – 1923)” bab “Muhammadiyah di Era Kolonial: Antara Pro dan Kontra“:
Setelah rapat dibuka oleh Sekretaris Muhammadiyah Bandung Ishak, tamu yang hadir bertambah hingga menjadi 400 orang termasuk 40 perempuan.
BACA JUGA: Wafatnya KH Ahmad Dahlan: Catatan Soerabajasch Handelsblad
Rapat ini dihadiri pula oleh “Persatoean Islam” Bandung, cabang Garut, Batavia dan Pekalongan.
Sementara itu dari organisasi Muhammadiyah, masing-masing mengirimkan utusan sementara dari pers bumi putra. Tampak pula beberapa tokoh yang sudah banyak dikenal orang seperti Ir. Soekarno, Maskoen dan beberapa anggota PNI lainnya.
Setelah dibuka, tampil pembicara pertama utusan pengurus pusat dari Yogyakarta Hadji Soedjak. Sementara kepemimpinan rapat dipegang oleh Tjitrosoebono, anggota pengurus pusat.
Berdasarkan beberapa ayat dari Qur’an, pembicara menguraikan tujuan dan usaha Muhammadiyah, seperti yang dimuat dalam pasal 2 sub a dan b anggaran dasar, yakni memajukan pendidikan dan pengkajian ajaran agama Islam di Hindia Belanda dan mendorong kehidupan agama di antara anggotanya.
BACA JUGA: Islam Modernis: Bagaimana Islam versi KH Ahmad Dahlan Itu?
Ditegaskannya bahwa banyak di antara umat Islam yang tidak mengetahui hukum dan aturan-aturan dalam Qur’an, yang diduga berasal dari kurangnya penerangan dari pihak para guru agama.
Akibatnya, banyak di antara anggota masyarakat mengikuti kebiasaan hidup yang kurang baik dan menjaga jarak dari Qur’an dan Hadis.
Misi yang diemban oleh organisasi Muhammadiyah adalah akan melakukan perbaikan. Dijelaskan pula dalam rapat tersebut bahwa setelah berdiri hampir 20 tahun, Muhammadiyah memiliki 16 ribu anggota dari seluruh Indonesia.
Organisasi ini mempunyai berbagai cabang seperti cabang wanita Aisiyah, yang bertugas untuk memenuhi kebutuhan wanita Muslim di bidang agama; cabang pendidikan untuk pengajaran dengan dasar agama, cabang propaganda dan cabang Taman Pustaka (perpustakaan).
Cabang Taman Pustaka dibentuk dengan tujuan menyimpan buku yang ditulis dalam beberapa bahasa dan memperhatikan penyebaran brosur.
Dengan demikian selama 15 tahun keberadaannya, lembaga ini telah membagikan 700 ribu eksemplar buku (brosur) secara gratis kepada masyarakat, yang dalam jangka waktu ini masih dianggap terlalu sedikit dibandingkan dengan jumlah penduduk Islam Indonesia sebanyak 36 juta jiwa.
BACA JUGA: Kisah Perjuangan KH Ahmad Dahlan Membendung Zending Kristen
Orang beranggapan bahwa kas organisasi sangat kuat. Namun hal ini tidak benar. Mereka bisa menutup semua biaya ini berkat sumbangan para anggota, yang menegaskan bahwa mereka melaksanakan pekerjaan yang baik untuk melayani Tuhan.
Dalam kondisi demikian keyakinan dilontarkan bahwa apa yang berasal dari Tuhan, juga akan kembali kepada-Nya.
Selanjutnya dijelaskan bahwa dalam konferensi Taman Pustaka dibicarakan banyak karya buku yang ditujukan untuk menentang Islam, seperti terdapat dalam buku karya Dr. Kraemer.
Hadji Iskandar Idris, utusan dari cabang Pekalongan, tampil di panggung untuk membahas permasalahan Tablig dari Muhammadiyah. Dia memberitahukan bahwa kata Arab “Tabligh” berarti “menyampaikan” dalam arti menyampaikan persoalan yang menyangkut agama.
Disampaikan pula bahwa ada orang yang mengucapkan “tablet”, padahal yang dimaksudkannya adalah “tabligh”. Ditegaskannya bahwa keduanya memiliki makna yang berbeda, karena “tablet” digunakan untuk menyembuhkan penyakit malaria, sementara “tableh” adalah sarana untuk menyatakan “penyakit” dalam peristiwa ini “benda-benda gelap dalam Islam”.
Ia menguraikan panjang lebar manfaat dan kinerja “tabligh” ini. Melalui “tabligh”, manusia diberi kesempatan untuk mengenal jalan hidup Islam yang baik. Juga bagi tujuan propaganda, tabligh terbukti mempunyai arti yang besar.
BACA JUGA: KH Ahmad Dahlan Mengubah Kauman: Kisah Berdirinya Masjid-Masjid Perempuan
Pembicara berikutnya adalah Kartosoedarmo, utusan cabang Batavia. Ia membahas bidang pendidikan. Ditegaskannya bahwa pendidikan yang diberikan pada Muhammadiyah, tidak hanya terdiri atas pelajaran umum, seperti yang diberikan di sekolah pemerintah, melainkan juga pelajaran agama.
Selanjutnya dia mengumumkan bahwa jumlah sekolah yang didirikan di Batavia oleh organisasi ini dalam waktu tujuh tahun berjumlah 6 HIS, 1 kweekschool (sekolah calon guru), 1 standaardschool dan 1 Kopschool (sekolah niaga).
Ia mendorong agar pendidikan diperhatikan agar supaya di dunia Islam perbaikan bisa dilakukan.
Muhammadiyah juga tidak melupakan kebutuhan untuk mendorong kemakmuran perempuan Islam. Perhatian ini diwujudkan dalam cabang wanita Muhammadiyah, organisasi Aisyiyah.
Organisasi ini berdiri sendiri dan kuat, terbukti dari masjid kaum perempuan di Yogyakarta didirikan oleh organisasi perempuan ini.
Muhammadiyah juga mendirikan sejenis sekolah TK (Frobelschool), yang semuanya berasal dari anggotanya sendiri, yang berupa sumbangan sukarela dari para murid. Para siswa juga menerima pelajaran keagamaan di sekolah ini.
BACA JUGA: KH Ahmad Dahlan dan Muhammadiyah Tidak Alergi terhadap Politik
Tibalah giliran sesi tanya jawab. Ditanyakan tentang hak dan kewajiban anggota. Disampaikan bahwa kontribusi minimum untuk menjadi anggota berjumlah yang ditujukan untuk mengisi kas.
Sementara pengurus pusat tidak memungut satu sen pun dari cabang. Permasalahan mengapa setelah berdiri kurang lebih 20 tahun propaganda baru dilakukan di kota Bandung, Haji Soedjak menjelaskan bahwa Muhammadiyah tidak pernah datang kecuali bila diminta.
Selain itu baru dalam delapan tahun terakhir Muhammadiyah membuka diri bagi umat dari seluruh tanah air, yang sebelumnya hanya terbatas umat yang tinggal di Vorstenlanden.
BACA JUGA: Membaca Pengajaran KH Ahmad Dahlan: Menolak Mistik Sufi