Oleh: Dwi Taufan Hidayat
Pernahkah kau berjalan di lorong gelap dosa,
Namun tak merasakan dingin yang menyapa?
Itulah hati yang mulai kehilangan rasa,
Sensitivitasnya sirna, ditelan noda yang nyata.
Dosa melilit, namun dalih terus dibuat,
“Ini darurat,” “Hanya sekali,” alasan yang terpahat.
Sedikit demi sedikit, hati semakin pudar,
Berlumur maksiat, tapi merasa tak berdosa besar.
Hati yang mati tak mampu merintih,
Merasa dekat, meski jauh dari kasih.
Seperti bara yang redup di bawah abu,
Ia terdiam, rapuh, tak tahu arah tuju.
Musibah adalah teguran yang Allah beri,
Akibat tangan-tangan yang tak henti berlari.
“Dan apa saja musibah yang menimpa kamu,
Adalah akibat dosa-dosa yang kamu tahu.” (QS. Asy-Syuraa: 30)
Namun, kini maksiat menjadi kebanggaan,
Terang-terangan dipamerkan di hadapan zaman.
Rasulullah bersabda dengan penuh makna,
“Setiap umatku dimaafkan, kecuali yang terang-terangan.”
Dosa melemahkan, keinginan baik terhapus,
Hati yang beku sulit bertaubat tulus.
Taubat pun sering kali menjadi dusta,
Lisan berucap, namun hati tetap terlena.
Wahai insan, jangan biarkan hati ini hancur,
Jaga sensitivitas, jangan biarkan nur kabur.
Kumpul bersama orang-orang shalih,
Agar jiwa tetap peka dan tak tersisih.
Allah, pemilik segala karunia dan hidayah,
Hapuskan dosa kami, jauhkan dari musibah.
Lindungi hati kami dari kematian rasa,
Agar selalu meraih ridha dan cinta-Mu yang nyata.
Aamiin, wahai Rabb Maha Kuasa,
Penerang hati di gelapnya dosa.