MUHAMMADIYAH tercatat dalam sejarah sebagai organisasi Islam pertama yang memperkenalkan pelaksanaan salat Id di ruang terbuka. Pada awalnya, gagasan ini belum populer dan bahkan menuai penolakan. Namun seiring waktu, praktik salat Id di lapangan mulai diterima dan menyebar luas, dari kota hingga pelosok desa di seluruh nusantara. Kini, salat Id di lapangan bahkan menjadi simbol persatuan umat Islam lintas masjid dan musholla yang biasanya beribadah Jumat secara terpisah.
Dalam Ringkasan Fikih Sunnah Sayyid Sabiq, Syaikh Sulaiman Ahmad Yahya Al-Faifi menegaskan bahwa salat dua hari raya, baik Idul Fitri maupun Idul Adha, lebih utama dilaksanakan di lapangan terbuka daripada di dalam masjid, selama tidak ada halangan seperti hujan. Pendapat ini merujuk pada praktik Rasulullah SAW, para sahabat, serta kalangan tabi’in. Diriwayatkan oleh Abu Sa’id Al-Khudri, “Rasulullah keluar ke tanah lapang pada hari Idul Fitri dan Idul Adha, maka hal pertama yang beliau lakukan adalah salat.” (HR Bukhari)
Rasulullah sendiri hanya sekali tercatat melaksanakan salat Id di dalam masjid, yaitu ketika turun hujan pada hari raya tersebut. Abu Hurairah meriwayatkan, “Pada hari raya, mereka (penduduk Madinah) kehujanan, maka Rasulullah SAW sholat di masjid bersama mereka.” (HR Abu Dawud, Ibnu Majah, dan Hakim)
Hal ini juga ditegaskan dalam buku Pengantar Studi Aswaja An-Nahdliyah karya Muchotob Hamzah, yang menyebutkan bahwa salat Id tidak disyaratkan harus dilaksanakan di masjid. Bahkan, menurut Imam Malik, pelaksanaan salat Id di lapangan justru lebih baik.
Haedar Nashir dalam bukunya Muhammadiyah Gerakan Pembaruan (2010) mencatat bahwa Muhammadiyah pertama kali menggelar salat Id di lapangan pada tahun 1926, tepatnya di alun-alun utara Keraton Yogyakarta. Gagasan ini merupakan kelanjutan dari pemikiran Kiai Ahmad Dahlan, yang wafat pada 1923, dalam upayanya mengajak umat Islam mengikuti sunnah Rasulullah SAW untuk salat Id di ruang terbuka.
Ide ini adalah bentuk ibadah akbar sekaligus ajang silaturahim besar-besaran umat Islam. Sudah semestinya kita mewujudkan ibadah akbar ini sesuai dengan tuntunan sunnah yang sahih dan maqbulah. Maka, jika salat Id memang lebih utama dilakukan di lapangan, mari kita wujudkan bersama pelaksanaannya di Lapangan Monas.
Diperkirakan, Idul Adha 1446 H jatuh pada hari Jumat, 6 Juni 2025. Kantor Pimpinan Pusat Muhammadiyah merupakan kantor ormas Islam yang paling dekat dengan kawasan Monas. Akan sangat luar biasa jika salat Id bisa diselenggarakan di Monas, dipelopori oleh PP Muhammadiyah atau Pimpinan Wilayah Muhammadiyah DKI Jakarta, dan dihadiri oleh jutaan umat Islam dari Jabodetabek, termasuk warga Muhammadiyah.
Monas selama ini kerap digunakan oleh komunitas, ormas, hingga partai politik untuk berbagai kegiatan seperti unjuk rasa, konser, senam massal, atau gerak jalan santai yang bercampur antara laki-laki dan perempuan non-mahram. Betapa indahnya bila kali ini Monas menjadi tempat berkumpulnya kaum muslimin untuk bertakbir bersama, mengagungkan nama Allah dari jantung ibu kota negara. (*)