JAKARTAMU.COM | Penyanyi dan penulis lagu Australia, Iyah May, menjadi sorotan setelah lagu terbarunya Karmageddon mengangkat isu sensitif konflik Israel-Palestina. Keputusannya membawakan tema-tema sensitif ini berujung pemutusan kontrak.
Melalui unggahan Instagram pada 19 November 2024, May mengungkapkan, “Manajer saya mengakhiri kontrak kami karena saya tidak mau mengubah lirik ini.”
Di dalam Karmageddon, May dengan berani membahas berbagai isu kontroversial. Mulai dari konflik Israel-Palestina yang disebutnya sebagai “genosida”, “industri farmasi besar,” “virus buatan manusia,” hingga “budaya pembatalan.” May menjelaskan bahwa lagunya juga menyoroti kekerasan terhadap perempuan, pandemi, serta korupsi di lembaga politik, farmasi, dan kesehatan.
Marguerite Clark—nama asli Iyah May—lahir di Cairns, Queensland, sebelum pindah ke Brisbane. Seperti diberitakan Newsweek pada 31 Desember 2024, May dibesarkan oleh ibu dan kakak perempuannya di sebuah desa kecil di tengah hutan hujan Queensland Utara, Australia. Perjalanan musiknya dimulai saat menjadi mahasiswa kedokteran yang meneliti HIV di New York.
Kesempatan bermusik datang secara tak terduga saat dia berkesempatan naik mobil NYPD menuju rumah rapper Shaggy dan menyanyikan lagu cover di sana. Sebelum menggunakan nama Iyah May pada 2018, dia berkarya dengan nama panggung ‘Mayah’. Genre favoritnya meliputi pop, R&B, hip-hop, dan klasik, dengan album kesayangan The Miseducation of Lauryn Hill.
“Saya menulis Karmageddon karena frustasi melihat dunia yang terpecah belah dan perusahaan-perusahaan yang penuh tipu daya,” ungkap May di situs webnya. Dia juga menyebutkan pengalamannya sebagai dokter garda depan saat pandemi COVID-19 sangat mempengaruhi penciptaan lagu ini.
Beberapa penggalan lirik Karmageddon berbunyi: “Gender, senjata, agama dan hak aborsi/ Kamu harus memilih kubu dan membenci pihak lain… Virus buatan manusia lihat jutaan mati/ Keuntungan terbesar dalam hidup mereka… Nyalakan berita dan telan kebohongan mereka/ Kim atau Kanye pilih sisimu/ Budaya bungkam sungguh menakjubkan.”
Meski kehilangan kontrak manajemen, Karmageddon justru viral dan mendapat dukungan global. “Terima kasih sudah mendukung lagu ini. Perjalanan merilis lagu ini tidak mudah, banyak yang coba menghalangi. Aneh rasanya melihat orang-orang jadi GILA hanya karena mendengar kebenaran,” tulis May di Instagram.
Pada unggahan tahun baru, May menegaskan, “Saya bersyukur telah merilis Karmageddon. Di tengah semua rintangan, lagu ini tetap sampai ke telinga pendengar. Menjadi diri sendiri seutuhnya adalah bentuk cinta yang paling membebaskan. Bicara kebenaran walau banyak yang menentang jauh lebih bermakna daripada mengorbankan integritas.”
Hingga berita ini ditulis, pihak manajemen Iyah May belum memberikan tanggapan. (sportskeeda)