GARUT, JAKARTAMU.COM | Sekolah Tinggi Agama Islam Muhammadiyah (STAIM) Garut memanas. Mahasiswa menuding terjadi praktik nepotisme dan pengelolaan yang tidak transparan. “Rapat keluarga” lebih menentukan keputusan-keputusan penting kampus ketimbang aturan resmi Muhammadiyah.
Bukan hanya mahasiswa, staf dan dosen juga merasakan situasi ini. Mereka mengeluhkan kebijakan yang menyimpang dari sistem manajemen perguruan tinggi Muhammadiyah (PTM) dan Standar Penjaminan Mutu Internal (SPMI).
Mahasiswa menuntut adanya perbaikan sistem tata kelola di STAIM Garut. Mereka mendesak agar kebijakan kampus sejalan dengan aturan yang berlaku di Muhammadiyah, khususnya dalam hal periodisasi kepemimpinan dan pengelolaan keuangan.
Tetapi pihak STAIM Garut belum memberikan tanggapan resmi atas tuntutan tersebut hingga saat ini. Mahasiswa berharap Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah turun tangan mengembalikan pengelolaan STAIM Garut sesuai prinsip dan nilai-nilai persyarikatan.
Baca juga: Muhammadiyah Minta Pemerintah Kaji Ulang PPN 12%
Akar Persoalan
Permasalahan konon berakar dari sejarah berdirinya STAIM Garut. Sejak awal, pendirian kampus ini melibatkan banyak pihak, termasuk mitra kerja dan perorangan. Mereka turut memberikan dukungan finansial dan penyediaan lahan. Besarnya keterlibatan para mitra ini berpengaruh pada kebijakan kampus.
“Walaupun perguruan tinggi ini milik amal usaha Muhammadiyah (AUM), tetapi dari segi finansial, sebagian besar berasal dari saya. Maka secara de facto, selama saya masih hidup kampus ini tidak akan beralih kepada orang lain,” ujar Maman Sutarman dalam audiensi pertama dengan mahasiswa.
Maman adalah ketua STAIM yang menjabat lebih dari batas dua periode sebagaimana aturan Muhammadiyah. Dia bahkan masih menambah dua periode jabatannya selama tiga tahun lagi. Pada periode selanjutnya, Jajang Herawan yang tak lain menantu Maman Sutarman, “mewarisi” posisi ketua STAIM Garut.
Mahasiswa menilai kepemimpinan Jajang Herawan selama 2023-2028 tak ada perubahan berarti. Mereka malah mempertanyakan kehadiran Jajang di lingkungan akademik. Kabarnya, beberapa unsur pimpinan kampus, termasuk dari bidang akademik, administrasi, dan kemahasiswaan juga mundur.
Mahasiswa juga mengeluhkan pemenuhan hak-hak mereka, pungutan liar pada beasiswa Kartu Indonesia Pintar (KIP), dana kemahasiswaan yang tak kunjung cair, hingga minimnya fasilitas kampus seperti perpustakaan dan sarana prasarana. Situasi ini makin parah dengan tunggakan gaji staf dan dosen yang disebut-sebut mencapai 3 hingga 5 bulan.
Baca juga: Haedar Nashir Bicara Erosi Moral, Singgung Anwar Usman sampai Gus Miftah
IMM Siap Melawan Nepotisme
Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) turut bersuara merespons masalah ini. Ketua IMM Rosyad Sholeh, Fahmi Afrilana, menegaskan bahwa IMM tak akan tinggal diam atas perusakan terhadap Amal Usaha Muhammadiyah (AUM).
“Audiensi sudah dua kali tetapi tidak ada hasil ataupun upaya dari lembaga untuk memperbaiki. Mahasiswa dan IMM sebagai organisasi otonom Muhammadiyah harus turun tangan. Jangan biarkan marwah Muhammadiyah dirusak dan dihancurkan, karena AUM adalah salah satu media dakwah IMM di persyarikatan Muhammadiyah,” tegas Fahmi.
Menurutnya, jika praktik nepotisme dan penyalahgunaan kekuasaan terus berlanjut, IMM tak akan segan-segan mengambil langkah tegas. “Jika AUM diusik dan diganggu keberadaannya, kami tidak akan segan untuk melawan nepotisme dan keserakahan yang ada,” katanya.