BEBERAPA hari lagi Muhammadiyah akan memperingati milad yang ke-112. Muhammadiyah lahir pada 8 Dzulhijjah 1330 H atau bertepatan dengan 18 November 1912 M.
Salah satu organisasi massa terbesar Indonesia ini didirikan KH Ahmad Dahlan. Lalu, bagaimana sejatinya perjuangan Pahlawan Nasional ini dalam membangun pendidikan sehingga seperti sekarang ini?
Kiai Haji Ahmad Dahlan mempunyai perhatian serius pada masalah pendidikan. Kala itu, pendidikan adalah faktor utama yang menyebabkan bangsa Indonesia terpuruk dan sekian lama berada dalam penguasaan Belanda. Persoalan ini harus segera diatasi, dan penjajah harus dilawan.
“Namun demikian kelihatannya Ahmad Dahlan sangat jeli dalam melihat situasi politik. Melawan Belanda secara konfrontatif dengan mengangkat senjata saat itu belumlah tepat. Ia memilih pendidikan sebagai cara halus untuk melawan Belanda,” tulis Prof Dr. Abdul Mu’thi, M.Ed dalam buku berjudul “KH Ahmad Dahlan” Bab “Pembaharuan Pendidikan KH Ahmad Dahlan“.
Buku tersebut diterbitkan oleh Museum Kebangkitan Nasional Direktorat Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan pada tahun 2015. Kini, Abdul Mu’ti yang Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah itu menjabat sebagai Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah.
Di sini, kata Mu’ti, Ahmad Dahlan terlihat sebagai sosok yang penuh strategi dan diplomatik. Ia tidak mudah terpancing dengan ria-riak emosi yang muncul dari kalangan masyarakat Islam.
Ahmad Dahlan tampak cerdik dalam memandang sesuatu. Apa yang telah disuguhkan Belanda, terutama dalam bidang pendidikan menurutnya tidaklah buruk semuanya. Ambil yang baik dan tinggalkan yang buruk (almuhafadzah ala al-qadiim as-shaaih wa al-akhdzu bi al-jadiid al-ashlah).
Demikianlah kiranya prinsip Ahmad Dahlan. Atas pemikiran inilah kemudian Kiai Ahmad Dahlan mengambil langkah konkrit. Ia merombak ruang tamu rumahnya menjadi ruang kelas.
Langkah ini dilakukan sebelum ia mendirikan Muhammadiyah, sebuah organisasi yang dalam beberapa hal mungkin dapat ditafsirkan sebagai media dan strategi politik.
“Jadi di sini terlihat jelas bahwa persoalan utama yang dipikirkan Ahmad Dahlan adalah sebuah solusi di tengah berbagai masalah yang muncul di Indonesia, bukan maksud politik dengan tujuan-tujuan pragmatis,” ujar Mu’ti.
Rintisan Kiai Dahlan ini di kemudian hari terus berkembang seiring dengan berkembangnya cabang-cabang Muhammadiyah di seantero Indonesia.
Tak mengherankan jika Kiai Dahlan masuk dalam jajaran Pahlawan Nasional sebagai penghargaan atas jasa-jasanya bagi bangsa ini.
Ia adalah dai yang sekaligus juga sebagai organisiator Islam yang mampu mewujudkan suatu terobosan baru dalam sistem lembaga pendidikan Islam yang terpadu dan sangat dibutuhkan pada saat itu.
Saat itu, pendidikan di Indonesia terdikotomi antara pendidikan Islam dengan sistem pesantrennya dan pendidikan umum dengan sistem kelasnya.
Kiai Dahlan adalah salah satu dari sedikit orang yang prihatin melihat keadaan ini sehingga ia membuat terobosan baru dalam dunia pendidikan dengan menyatukan antara keduanya.
Kiai Dahlan melihat umat Islam saat itu terpuruk dalam kejumudan. Mereka tertinggal bukan hanya dalam urusan keduniaan, namun untuk masalah agama pun telah menyimpang jauh dari apa yang seharusnya.
Di sana-sini banyak umat Islam yang melakukan praktik bid’ah, yaitu amalan agama yang tak diajarkan Nabi. Untuk mengatasi masalah ini, Kiai Dahlan kemudian mendirikan sekolah.
Beberapa lembaga pendidikan yang dirintis oleh Kiai Dahlan antara lain: 1) Kweekschool Muhammadiyah, Yogyakarta. 2) Mu’alimin Muhammadiyah, Solo dan Yogyakarta. 3) Mu’aliamat Muhammadiyah, Yogyakarta. 4) Zu’ama/Za’imat, Yogyakarta. 5) Kulliyah Muballigin, Madang, Panjang. 6) Tabligh School, Yogyakarta. 7) HIK Muhammadiyah, Yogyakarta. 8) HIS, Mulo, AMS, MI, MTS, Gusta Muhammadiyah dan lain – lain.
Melalui lembaga-lembaga pendidikan ini, Kiai Dahlan memperkenalkan Islam dengan nuansa baru dan dengan dimensi pesan yang lebih universal.
Kiai Dahlan adalah seorang tokoh yang tidak begitu banyak meninggalkan karya dalam bentuk tulisan, akan tetapi ia lebih banyak menampilkan sosok praktisi.
Kiai Dahlan mempraktikkan dengan baik apa yang disebut dengan dakwah bi al-hal. Hal ini selaras dengan apa yang diungkapkan oleh Mukti Ali bahwa: “Muhammad Abduh dikenal karena perbuatan dan tulisan-tulisannya, namun Ahamad Dahlan dikenal karena perbuatannya.”
Ahmad Dahlan menerapkan sistem baru pada lembaga pendidikan yang didirikannya. Ia melihat beberapa kelemahan sistem pendidikan Islam tradisional yang ada di pesantren-pesantren. Tidak adanya materi pelajaran umum pada pendidikan ini menjadi kelemahan utama. Kemudian juga diiringi berbagai kelemahan metodologis yang sudah tidak relevan lagi dengan perkembangan zaman.
Pada konteks ini, ia melihat sistem pendidikan Barat sangat baik untuk ditiru. Meski demikian, keburukan fundamental terkait dengan dasar ideologi dan tujuan pendidikan ini harus disingkirkan jauh-jauh.
Ahmad Dahlan hendak membuat satu model pendidikan yang mengintegrasikan model pesantren dan model Belanda. Inilah salah satu cikal bakal lahirnya sekolah-sekolah Islam integratif dengan berbagai penamaannya misalnya; sekolah Islam terpadu, sekolah plus, dan lain-lain.
Pada konteks ini, Ahmad Dahlan melakukan pembaharuan dan perombakan mendasar pada sistem pendidikan yang ada kala itu.
Sesuai dengan judul tulisan ini, “Pembaharuan Pendidikan Ahmad Dahlan”, maka Ahmad Dahlan telah melakukan pembaharuan terhadap sistem pendidikan sekolah dan pesantren.
Memperbaharui sistem pendidikan umum di satu sisi dan memperbaharui sistem pendidikan Islam di sisi yang lain sehingga tercipta satu model pendidikan yang khas hasil inovasi dan kreativitas cerdas Ahmad Dahlan.