Oleh Sri Sunarti, S.K.m, M.P.H., Ph.D | Dosen Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Muhammadiyah Kalimantan Timur
INDONESIA memiliki visi besar tahun 2045 untuk mewujudkan generasi yang unggul, sehat, dan berdaya saing global. Salah satu tantangan utama dalam mencapai visi ini adalah memastikan status gizi anak-anak Indonesia berada dalam kondisi optimal.Gizi yang baik akan mendukung pertumbuhan dan perkembangan anak secara fisik serta kognitif, yang pada akhirnya berdampak pada peningkatan kualitas sumber daya manusia.
Untuk itu, pemerintah Indonesia telah mengambil langkah strategis dengan berbagai program, termasuk pemberian makan bergizi gratis (MBG) di sekolah, sebagai upaya menurunkan angka stunting. Berdasarkan Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) tahun 2023, prevalensi stunting pada balita Indonesia masih berada di angka 21,5%.
Stunting adalah kondisi gagal tumbuh pada anak akibat kekurangan gizi kronis dalam 1.000 hari pertama kehidupan. Dampaknya tidak hanya pada tinggi badan yang lebih pendek dari standar usianya, tetapi juga berisiko menurunkan tingkat kecerdasan, melemahkan sistem kekebalan tubuh, dan meningkatkan risiko penyakit tidak menular di kemudian hari. Jika tidak ditangani dengan serius, stunting dapat menghambat produktivitas generasi masa depan dan memperlambat laju pertumbuhan ekonomi nasional.
Baca juga: Membangun Amal Usaha Baru melalui Program Makan Bergizi Gratis
Makan Gratis sebagai Solusi untuk Gizi
Pemerintah telah menetapkan kebijakan pemberian makan gratis bagi anak sekolah mulai tahun 2025 sebagai langkah strategis untuk meningkatkan status gizi mereka. Program ini bertujuan untuk memastikan anak-anak mendapatkan asupan nutrisi yang cukup dan seimbang.
Menu makanan yang disediakan harus mengandung karbohidrat, protein, sayur, dan buah, serta memastikan kecukupan air putih minimal delapan gelas per hari. Dalam penyusunannya, aspek gizi seimbang berdasarkan pedoman Isi Piringku yang dikeluarkan oleh Kementerian Kesehatan harus menjadi acuan utama.
Selain itu, terdapat perhatian khusus terhadap penggunaan gula, garam, dan lemak berlebih dalam makanan yang diberikan. Misalnya, meskipun susu kemasan dapat menjadi sumber protein dan kalsium yang baik, kandungan gulanya harus diawasi dengan ketat agar tidak melebihi ambang batas yang dianjurkan oleh Kementerian Kesehatan.
Selain kebijakan pemerintah, organisasi masyarakat juga turut berperan dalam mendukung peningkatan gizi anak. Muhammadiyah, melalui program Aksi Bergizi Sehat Berkemajuan (ABSB) yang bekerja sama dengan Kementerian Kesehatan RI, telah mengimplementasikan berbagai kegiatan yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran dan pemenuhan gizi anak sekolah.
Program ini mencakup konsumsi makanan bergizi seimbang yang halal dan tayib, pemberian tablet tambah darah bagi remaja perempuan untuk mencegah anemia, serta aktivitas fisik yang dilakukan melalui senam bugar Muhammadiyah. Selain itu, kesadaran akan pentingnya kebersihan juga menjadi perhatian utama dengan membiasakan anak-anak mencuci tangan dengan sabun sebelum makan.
Untuk mendukung kemandirian pangan di lingkungan sekolah, program ini juga menyediakan bibit tanaman sayur yang dapat ditanam di sekolah. Dengan cara ini, anak-anak tidak hanya mendapatkan makanan sehat, tetapi juga diajarkan tentang pentingnya ketahanan pangan. Sekolah juga diberikan peralatan pengukuran antropometri untuk memantau pertumbuhan anak secara berkala, sehingga intervensi gizi dapat dilakukan dengan lebih sistematis dan berkelanjutan.
Baca juga: Muhammadiyah-Badan Gizi Nasional Teken MoU Makan Bergizi Gratis
Pemberdayaan dan Keberlanjutan Ekonomi Lokal
Implementasi program makan gratis ini juga berpotensi untuk mendukung perekonomian lokal. Dengan menggandeng petani, peternak, dan nelayan sebagai pemasok utama bahan makanan, program ini dapat meningkatkan kesejahteraan pelaku usaha kecil dan menengah. Hal ini menciptakan ekosistem ekonomi yang saling menguntungkan, di mana produksi pangan lokal meningkat sekaligus memberikan manfaat gizi bagi anak-anak.
Namun, keberhasilan program ini tidak hanya bergantung pada ketersediaan bahan makanan yang berkualitas, tetapi juga pada distribusinya. Pengiriman makanan ke berbagai wilayah, terutama daerah terpencil, membutuhkan perencanaan logistik yang matang agar makanan tetap segar dan layak konsumsi saat diterima oleh anak-anak sekolah.
Pada akhirnya, kolaborasi antara pemerintah, masyarakat, dunia usaha, dan akademisi menjadi faktor kunci dalam menyukseskan program makan bergizi gratis. Jika diterapkan dengan baik, program ini tidak hanya akan menurunkan angka stunting, tetapi juga menciptakan generasi yang lebih sehat, cerdas, dan siap bersaing di tingkat global untuk mewujudkan cita-cita Indonesia Emas 2045. (*)