“Kulepas dikau pahlawan
Kurelakan dikau berjuang
Demi keagungan negara…”
BEGITULAH bait awal syair lagu “Pantang Mundur” ciptaan Titiek Puspa yang memompa semangat patriotisme dan pengorbanan. Lagu itu diciptakan saat Titiek Puspa menyaksikan seorang istri tentara melepas kepergian sang suami untuk Operasi Pembebasan Irian Barat pada 1963.
Tetapi, syair itu seakan ditulis untuk dirinya sendiri. Dalam kata-kata penuh semangat, keberanian, dan keteguhan hati, lagu itu mencerminkan sosok wanita yang sepanjang hidupnya memilih maju, meski badai datang menghadang.
Sempat “menang” melawan kanker satu dekade silam, Kamis (10/4/2025) pukul 16.25 WIB, penyanyi legendaris Indonesia itu meninggal di Rumah Sakit Medistra, Jakarta. Kepergiannya menyisakan duka yang mendalam bagi dunia seni tanah air.
Bukan Sembarang Diva
Dilahirkan di Tanjung, Kalimantan Selatan pada 1 November 1937, ia diberi nama Sudarwati. Namanya sempat berganti menjadi Kadarwati, sebelum akhirnya Presiden Soekarno memberikan nama yang kemudian dikenal seluruh Indonesia: Titiek Puspa.
Kariernya dimulai dengan kemenangan di lomba menyanyi RRI pada 1954 di Semarang. Namun, keberhasilan itu bukanlah puncak, melainkan pintu masuk menuju perjalanan panjang seorang seniman yang tak pernah letih berkarya.
Lebih dari 20 album telah ia lahirkan, lebih dari 400 lagu tercipta dari jemarinya. Suaranya menghiasi masa kecil, masa dewasa, bahkan masa senja jutaan pendengarnya. Dari lagu anak-anak, religi, hingga balada sosial, karya Titiek tak sekadar menghibur—ia menyentuh, menyadarkan, bahkan menyembuhkan.
“Kupu-Kupu Malam,” salah satu masterpiece-nya, adalah bukti ketajaman nurani yang jarang dimiliki musisi. Ia angkat cerita pekerja seks bukan untuk dihakimi, melainkan untuk dipahami, dengan simpati yang dalam dan kemanusiaan yang tulus. Masih ada beberapa lagu lain yang hingga hari ini masih terdengar seperti Apanya Dong, Bing, dan Marilah Kemari.
Tak hanya menyanyi, Titiek Puspa juga mencipta lagu, menulis, bermain film, hingga tampil di operet. Karya-karyanya bersama grup Papiko di TVRI dalam operet seperti Bawang Merah Bawang Putih dan Ketupat Lebaran menjadi hiburan keluarga lintas generasi. Ia juga dikenal lewat film seperti Inem Pelayan Sexy dan Karminem, membuktikan bahwa talenta seninya tak terkurung satu ruang.
Namun lebih dari semua pencapaian artistiknya, yang paling dikenang dari Titiek Puspa adalah kepribadiannya: sederhana, jenaka, penuh semangat hidup. Bahkan saat kanker rahim menyerangnya pada 2009, ia tidak mengendur. Di tengah kemoterapi, ia tetap menulis lagu dan puisi.
“Bersyukur, berpikiran positif, dan gembira dalam berkarya,” ujar Titiek suatu ketika, saat ditanya soal rahasia awet mudanya.
Pengaruh Titiek Puspa Menembus Generasi
Bagi Anggun C Sasmi, yang kini menetap di Prancis, Titiek Puspa adalah mentor tak langsung. “Sekarang saya baru sadar bahwa melihat beliau menulis lagu-lagu dengan melodi yang tidak pasaran, kata-kata yang padat berisi, adalah satu Masterclass yang dampaknya saya rasakan sampai sekarang,” tulis Anggun di Instagram, Kamis lalu.
Sementara penyanyi senior Vina Panduwinata mengenangnya sebagai panutan. “Mama Ina pernah bilang ke Tante Titiek, ‘Aku bisa nggak ya sampai umur segini masih bisa menghibur?’. Dan ternyata Alhamdulillah, Mama Ina bisa melakukan itu, seperti yang beliau bilang dulu, ‘Vina, kamu akan lakukan seperti yang aku lakukan’,” tutur Vina dengan mata berkaca-kaca saat hadir di rumah duka, Kamis malam (10/4).
Itulah sosok Titiek Puspa di mata para sahabat dan penggemarnya. Ia adalah sosok ramah, penuh tawa, dan selalu menginspirasi. Bukan hanya pahlawan di panggung musik, tapi juga dalam kehidupan nyata. Kepergiannya karena pendarahan otak bagian kiri menutup satu babak, namun membuka ruang kenangan yang akan terus hidup melalui lagu-lagunya.
Jenazah sang diva akan dimakamkan di TPU Tanah Kusir pada Jumat, 11 April 2025. Namun lagu-lagunya akan tetap mengalun, menemani anak-anak hingga orang tua, membawa semangat yang tak pernah mundur.
Kulepas dikau pahlawan, innalillahi wa innailahi rajiun. (*)