Senin, Maret 17, 2025
No menu items!
spot_img

Surat Al-Qadr: Proses Nuzulul Qur’an Pertama Kali dari Lauhul Mahfuz ke Langit Dunia

spot_img
Must Read
Miftah H. Yusufpati
Miftah H. Yusufpati
Sebelumnya sebagai Redaktur Pelaksana SINDOWeekly (2010-2019). Mulai meniti karir di dunia jurnalistik sejak 1987 di Harian Ekonomi Neraca (1987-1998). Pernah menjabat sebagai Pemimpin Redaksi Majalah DewanRakyat (2004), Wakil Pemimpin Harian ProAksi (2005), Pemimpin Redaksi LiraNews (2018-2024). Kini selain di Jakartamu.com sebagai Pemimpin Umum Forum News Network, fnn.co.Id. dan Wakil Pemimpin Redaksi Majalah FORUM KEADILAN.

JAKARTAMU.COM | Surat al-Qadr merupakan surat Madaniyah atau surah yang diturunkan pada periode Madinah. Menurut Al-Wahidi, Surat ini adalah surah pertama yang turun di Madinah yang terdiri dari 5 ayat, 30 kalimat dan 121 huruf.

Sedangkan Al-Maraghi dalam kitabnya “Tafsir al-Maraghi” mengatakan bahwa surat al-Qadr adalah surah Makiyah atau surah yang diturunkan pada periode Makkah, tepatnya setelah surah ‘Abbasa.

Terlepas dari perdebatan ulama mengenai kapan surah al-Qadr diturunkan, apakah di periode Makkah ataupun Madinah, surah ini secara umum berisi tentang proses nuzul al-Qur’an pertama kali ke langit dunia dari lauhul mahfuz dan bercerita tentang kemuliaan lailatul qadar di mana para malaikat berbondong-bondong turun ke dunia untuk mengurus berbagai persoalan atas izin Allah SWT.

Lailatul Qadar di Malam Ganjil Ramadan

Lailatul Qadar merupakan salah satu malam di bulan puasa. Menurut sebagian ulama, malam tersebut biasanya jatuh di malam ganjil di sepuluh malam terakhir bulan Ramadhan.

Lailatul Qadar disebutkan sebagai malam yang lebih baik dari seribu bulan, sebuah malam di mana seorang muslim berkesempatan untuk mendapatkan keberkahan dan pahala berlipat ganda.

Kemuliaan Lailatul Qadar telah disebutkan Nabi Muhammad SAW dalam sabdanya:

مَنْ قَامَ لَيْلَةَ الْقَدْرِ إَيْمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ

“Barang siapa berdiri (salat) pada malam Lailatul Qadar dengan penuh keimanan dan mengharap pahala dari Allah, maka diampuni dosa-dosanya yang telah lalu” (Sahih al-Bukhari [4]: 217 dan Sahih Muslim 759).

Kemuliaan Lailatul Qadar juga disebutkan dalam surah al-Qadr [97] ayat 2-3 yang berbunyi:

وَمَآ اَدْرٰىكَ مَا لَيْلَةُ الْقَدْرِۗ ٢لَيْلَةُ الْقَدْرِ ەۙ خَيْرٌ مِّنْ اَلْفِ شَهْرٍۗ ٣

“Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu? Malam kemuliaan itu (Lailatul Qadar) lebih baik daripada seribu bulan.” ( QS Al-Qadr [97] ayat 2-3).

Empat Makna Qadr

Menurut Quraish Shihab , surat al-Qadr [97] ayat 2-3 merupakan penjelasan dari Allah SWT tentang kemuliaan Lailatul Qadar. Dia seakan-akan berfirman: “Dan apakah yang menjadikan engkau tahu apakah Lailatul Qadar? Engkau tidak akan mampu mengetahui dan menjangkau secara keseluruhan kemuliaan Lailatul Qadar itu. Tak ada kata yang mampu menjelaskannya dan engkau hanya mengetahui bahwa malam kemuliaan itu (Lailatul Qadar) lebih baik daripada seribu bulan.

Setidaknya, kata Quraish, ada empat makna qadr dari ayat di atas yang telah disampaikan ulama, yakni: Pertama, penetapan. Lailatul Qadar adalah malam penetapan Allah SWT atas perjalanan hidup makhluk selama setahun.

Kedua, pengaturan. Artinya, Lailatul Qadar adalah malam di mana Allah menurunkan Al-Qur’an sebagai khittah yang mengatur Nabi Muhammad SAW dalam mendakwahi manusia kepada kebaikan.

Ketiga, kemuliaan. Ini berarti bahwa sesungguhnya Allah SWT telah menurunkan Al-Qur’an pada malam yang mulia. Malam tersebut dimuliakan karena Al-Qur’an turun padanya sebagaimana Nabi Muhammad SAW yang mendapatkan kemuliaan dengan datangnya wahyu.

Keempat, sempit. Maksudnya pada malam itu bumi sesak karena banyaknya malaikat yang turun.

Kemuliaan Lailatul Qadar

Menurut Syekh Nawawi al-Bantani dalam “Marah Labid” kemuliaan Lailatul Qadar – salah satunya – terletak pada kadar ibadah di malam Lailatul Qadar lebih baik dari pada ibadah seribu bulan yang tidak ada Lailatul Qadar di dalamnya.

Pandangan ini disampaikan oleh Imam Mujahid dengan dasar kisah dari Nabi SAW mengenai seorang Bani Israil yang mendapatkan kebaikan setara seribu bulan manakala beribadah di malam Lailatul Qadar.

Pandangan serupa dituturkan al-Sa’adi dalam Tafsir al-Sa’adi. Menurutnya, surah al-Qadr [97] ayat 3 bermakna kemuliaan Lailatul Qadar sebanding dengan kemuliaan seribu bulan tanpa Lailatul Qadar.

Ibadah yang dilakukan di dalamnya juga lebih baik daripada ibadah yang dilakukan dalam seribu bulan. Keistimewaan ini merupakan anugerah Allah SWT bagi umat Nabi Muhammad yang memiliki kelemahan seperti pendeknya umur.

Sedangkan menurut mayoritas ulama, kemuliaan Lailatul Qadar disebabkan karena Al-Qur’an turun padanya. Hal ini telah disyaratkan oleh Allah SWT pada surah al-Qadr ayat pertama, “Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al-Qur’an) pada malam qadar.” Karena itulah, malam kemuliaan itu (Lailatul Qadar) lebih baik daripada seribu bulan yang di dalamnya tidak ada lailatul qadar.

Tidak Mesti Dipahami sebagai Keterangan Matematis

Ada ungkapan yang mengatakan bahwa Al-Qur’an memuliakan segala hal yang berkaitan dengannya. Ketika Al-Qur’an turun di malam qadar, maka malam itu menjadi mulia.

Hal serupa terjadi pada bulan Ramadan yang menjadi mulia karena Al-Qur’an diturunkan di dalamnya, begitu pula pada Nabi Muhammad SAW.

Artinya, siapa pun yang berkaitan dengan Al-Qur’an, ia akan menjadi mulia karena Al-Qur’an. Sebagai catatan, perumpamaan kemuliaan Lailatul Qadar setara dengan seribu bulan tidak mesti dipahami sebagai keterangan matematis, bahwa malam tersebut setara dengan seribu bulan, tidak lebih dan tidak kurang.

Perumpamaan ini lebih bermakna kemuliaan Lailatul Qadar begitu banyak, tidak dapat diungkapkan dijelaskan, saking banyaknya hal itu ungkapkan dengan frasa lebih baik dari seribu bulan biasa.

Quraish Shihab dalam Tafsir Al-Misbah mengatakan satu hal yang harus digarisbawahi berkenaan kelebihan Lailatul Qadar, yakni kelebihan itu terletak pada nilai pahalanya, bukan kewajiban ibadahnya.

Artinya, tidak benar jika seseorang mengatakan bahwa ia cukup beribadah di malam qadar saja yang bernilai seribu bulan dan dengan itu ia meninggalkan ibadah wajib di hari-hari yang lain.

Anggapan semacam ini keliru sekaligus menyesatkan. Karena alasan itulah, ada pula pendapat yang mengatakan kemuliaan dan nilai setara seribu bulan didapatkan oleh seseorang melalui hasil ibadah yang tulus dan ikhlas karena Allah SWT.

Hal ini disimpulkan dari tidak adanya keterangan rinci kapan pastinya Lailatul Qadar terjadi di bulan Ramadan. Seakan-akan Allah SWT merahasiakannya agar manusia fokus beribadah kepada-Nya, bukan mencari Lailatul Qadar. Wallahu a’lam.

spot_img

BUKU: Menyelami Hikmah dalam Taman Orang-Orang yang Berakal Sehat

Spesifikasi Buku Judul: Taman Orang-orang yang Berakal Sehat Penulis: Imam Abu Hatim Muhammad bin Hibban Al-Busty (Ibnu Hibban)Penerbit: AqwamJumlah Halaman: 448...

More Articles Like This