ANAK-anak seharusnya sibuk dengan mainan, menggambar, dan berkumpul bersama teman. Tetapi Rasha menulis surat wasiat. Bocah 10 tahun itu merasa akan meninggal lebih dulu dari saudaranya.
“Surat wasiatku. Jika aku menjadi martir atau meninggal dunia: Tolong jangan menangis untukku karena air matamu membuatku sakit. Aku berharap pakaianku akan diberikan kepada mereka yang membutuhkan. Aksesoriku harus dibagi antara Rahaf, Sara, Judy, Lana, dan Batool. Perlengkapan manik-manikku harus diberikan kepada Ahmed dan Rahaf. Uang saku bulananku, 50 shekel, 25 untuk Rahaf dan 25 untuk Ahmed. Cerita dan buku catatanku untuk Rahaf. Mainan-mainanku untuk Batool. Dan tolong, jangan membentak saudaraku Ahmed, tolong ikuti permintaan ini.”
Tulisan ini dibuat Rasha, bocah perempuan berusia 10 tahun di Gaza. Dia meninggal setelah rumahnya dibombardir tentara Zionis Israel. Surat wasiat yang ditulis dengan tinta merah itu ditemukan setelah Rasha dikuburkan. Tampak jelas bekas lipatan-lipatan pada kertas itu.
Asem Al-Nabih, sang paman, mengatakan Rasha dikuburkan bersama kakaknya, Ahmed, 11 tahun. Kedua wajah bocah itu hilang setengah akibat serangan udara Israel pada 30 September lalu. Itu adalah kali kedua rumah Rasha dibom. Sebelumnya, pada 10 Juni, Israel menjatuhkan dua rudal ke rumah itu.
”Mereka harus menjalani beberapa bulan tambahan dalam perang, ketakutan, dan kelaparan sebelum Israel menyerang rumah mereka lagi, kali ini membunuh mereka,” kata Al-Nabil, dikutip dari Aljazeera, Senin (4/11/2024).
”Rasha dan Ahmed lahir dengan selisih satu tahun. Mereka diharapkan tumbuh besar dan meraih gelar doktor seperti ibu mereka, bukan meninggal di usia 10 dan 11 tahun,” imbuhnya.
Baca juga: Uang Damai: Barang Lama yang Dianggap Sudah Jadi Budaya
Rasha tampak tak mengira Ahmed akan menemaninya. Dia percaya Ahmed hidup lebih lama darinya. Itu sebabnya dalam surat wasiatnya Rasha meminta agar tidak ada yang membentak Ahmed. Rasha juga membagi separuh uang jajan bulannya untuk kakaknya itu.
”Tapi mereka ditakdirkan untuk menemui meninggal bersama, sama seperti mereka telah hidup, takut, dan kelaparan bersama,” tutur Al-Nabil.
Israel telah menewaskan lebih dari 16.700 anak di Gaza sejak 7 Oktober 2023, dan sedikitnya 17.000 anak telah kehilangan orang tua mereka. Pada Januari 2024, Save the Children melaporkan 10 anak kehilangan anggota tubuh setiap hari. Pada musim semi, hampir 88 persen dari semua sekolah telah hancur atau rusak.
”Ahmed dan Rasha menghabiskan sepanjang malam dengan kain kafan, berdampingan, di lantai rumah sakit yang dingin. Keesokan paginya, kami membawa mereka ke pemakaman dan membaringkan mereka bersama-sama di satu liang lahat, berdampingan selamanya,” lanjut Al-Nabil.