Kamis, Desember 12, 2024
No menu items!

Tafsir Al-Qur’an: Perbedaan Metode Maudhu’i dengan Metode Analisis

Must Read

JAKARTAMU.COM | Metode maudhu’i adalah metode tafsir Al-Qur’an yang mengumpulkan ayat-ayat yang memiliki tujuan sama, membahas topik tertentu, dan menertibkannya berdasarkan masa turunnya. Kata maudhu’i berasal dari bahasa Arab, yaitu isim maf’ul dari fi’il madhi wadha’a yang berarti meletakkan, menjadikan, membuat, dan mendustakan.

Prof Dr Quraish Shihab dalam bukunya berjudul “Membumikan Al-Quran, Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat” (Mizan, 1996) menyebut beberapa keistimewaan metode Maudhu’i antara lain:

a. Menghindari problem atau kelemahan metode lain.
b. Menafsirkan ayat dengan ayat atau dengan hadis Nabi, satu cara terbaik dalam menafsirkan Al-Quran.
c. Kesimpulan yang dihasilkan mudah dipahami.

Hal ini disebabkan karena ia membawa pembaca kepada petunjuk Al-Quran tanpa mengemukakan berbagai pembahasan terperinci dalam satu disiplin ilmu. Juga dengan metode ini, dapat dibuktikan bahwa persoalan yang disentuh Al-Quran bukan bersifat teoretis semata-mata dan atau tidak dapat diterapkan dalam kehidupan masyarakat.

Dengan begitu ia dapat membawa kita kepada pendapat Al-Quran tentang berbagai problem hidup disertai dengan jawaban jawabannya.

Ia dapat memperjelas kembali fungsi Al-Quran sebagai Kitab Suci. Dan terakhir dapat membuktikan keistimewaan Al-Quran. Selain itu,

d. Metode ini memungkinkan seseorang untuk menolak anggapan adanya ayat-ayat yang bertentangan dalam Al-Quran.

Ia sekaligus dapat dijadikan bukti bahwa ayat-ayat Al-Quran sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan masyarakat.

Perbedaan dengan Metode Analisis

Quraish Shihab menjelaskan yang dimaksud dengan metode analisis adalah “penjelasan tentang arti dan maksud ayat-ayat Al-Quran dari sekian banyak seginya yang ditempuh oleh mufasir dengan menjelaskan ayat demi ayat sesuai urutannya di dalam mush-haf melalui penafsiran kosakata, penjelasan sebab nuzul, munasabah, serta kandungan ayat-ayat tersebut sesuai dengan keahlian dan kecenderungan mufasir itu”.

Metode tersebut, katanya, jelas berbeda dengan metode Maudhu’i. Perbedaan itu antara lain, pertama, mufasir maudhu’i, dalam penafsirannya, tidak terikat dengan susunan. ayat dalam mush-haf, tetapi lebih terikat dengan urutan masa turunnya ayat atau kronologi kejadian. Sedangkan mufasir analisis memperhatikan susunan sebagaimana tercantum dalam mush-haf.

Kedua, mufasir maudhu’i tidak membahas segala segi permasalahan yang dikandung oleh satu ayat, tapi hanya yang berkaitan dengan pokok bahasan atau judul yang ditetapkannya. Sementara para mufasir analisis berusaha untuk berbicara menyangkut segala sesuatu yang ditemukannya dalam setiap ayat.

Dengan demikian mufasir mawdhu’i, dalam pembahasannya, tidak mencantumkan arti kosakata, sebab nuzul, munasabah ayat dari segi sistematika perurutan, kecuali dalam batas-batas yang dibutuhkan oleh pokok bahasannya. Mufasir analisis berbuat sebaliknya.

Industri Perbankan Syariah Bukukan Laba Bersih Rp10,64 Triliun

JAKARTAMU.COM | Industri perbankan syariah Indonesia membukukan laba bersih sebesar Rp10,64 triliun per September 2024. Berdasarkan Statistik Perbankan Syariah Otoritas...

More Articles Like This