Minggu, Februari 23, 2025
No menu items!

Tak Boleh Ada Lahan Tidur, Optimalkan Tanah untuk Kemakmuran Umat

Must Read

JAKARTAMU.COM | Tanah merupakan salah satu faktor produksi utama dalam sektor pertanian dan perkebunan. Sebagai sumber daya alam yang berharga, tanah memiliki peran penting dalam memenuhi kebutuhan pangan manusia. Oleh karena itu, pemanfaatan lahan secara optimal menjadi bagian dari tanggung jawab sosial dan agama agar tidak ada lahan yang terbengkalai atau disebut sebagai lahan tidur.

Dalam Kajian Umum Malam Kamis di Masjid Al Huda, Cipinang Kebembem, Jakarta Timur, Rabu (12/2/2025), Dr. Imron Baehaqi, Lc., M.A., menyampaikan pentingnya pengelolaan aset secara produktif. Dalam kajian tersebut, ia mengutip sebuah hadis dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu yang diriwayatkan oleh Muslim:

“Sesungguhnya Allah meridhai tiga hal dan membenci tiga hal bagi kalian. Dia meridhai kalian untuk menyembah-Nya, dan tidak menyekutukan sesuatu pun dengan-Nya, serta berpegang teguh dengan tali Allah dan tidak berpecah belah. Dia pun membenci tiga hal bagi kalian: menceritakan sesuatu yang tidak jelas sumbernya, banyak bertanya, dan membuang-buang harta.” (HR. Muslim No. 1715)

Dalam penjelasannya, Dr. Imron Baehaqi menggarisbawahi makna idho’atal maal, yaitu membuang-buang harta. Konsep ini bukan hanya tentang boros dalam pengeluaran, tetapi juga mencakup tidak memanfaatkan aset dengan baik. Salah satu bentuknya adalah membiarkan lahan kosong tanpa pemanfaatan yang jelas. Ia menekankan bahwa aset, termasuk tanah, harus dimanfaatkan secara produktif agar memberikan manfaat bagi diri sendiri maupun masyarakat sekitar.

Mengelola Tanah Secara Produktif

Sebagai contoh, jika seseorang memiliki sebidang tanah di kampung, tanah tersebut sebaiknya dikelola agar tidak menjadi lahan tidur. Ada beberapa opsi yang dapat dilakukan misalnya mengelola lahan sbersama masyarakat agar bermanfaat secara kolektif.

Opsi lain yaitu menghibahkan atau mewakafkan tanah dengan syarat wakaf produktif. Selain itu, menyewakan tanah kepada penduduk setempat dan menerapkan sistem bagi hasil agar tanah tetap produktif.

Dr. Imron Baehaqi juga menegaskan bahwa pengelolaan tanah secara produktif merupakan bagian dari amanah manusia sebagai khalifah di bumi. Selain itu, dalam kitab *Kifayatul Akhyar* disebutkan bahwa hukum menghidupkan lahan kosong adalah *jaiz* (boleh) dengan syarat pelakunya adalah Muslim dan tanah tersebut bukan milik orang lain.

Syekh Muhammad Ibn Qasim al-Ghazzi dalam kajiannya menyatakan bahwa ihya’ al-mawat (menghidupkan lahan kosong) hukumnya boleh dengan dua syarat utama. Pertama, pengelola lahan harus beragama Islam. Kedua, lahan tersebut harus benar-benar tidak dimiliki oleh siapa pun sebelumnya.

Sementara itu, dalam kitab Kunci Fiqih Syafi’i, Hafidz Abdullah berpendapat bahwa seseorang yang memiliki hak atas harta benda juga memiliki hak untuk memiliki tanah kosong dengan cara menghidupkannya. Namun, dalam negara Islam, orang non-Muslim tidak diperbolehkan memiliki tanah kosong dengan cara ini, berbeda dengan negara yang mayoritas penduduknya non-Muslim.

Dengan demikian, optimalisasi lahan kosong bukan hanya menjadi tanggung jawab individu, tetapi juga bagian dari tuntunan agama dan upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pemanfaatan tanah secara produktif tidak hanya memberikan manfaat ekonomi, tetapi juga menjadi bagian dari ibadah dan bentuk kepedulian sosial.

Ancaman Kekeringan Global 2025: Realitas, Prediksi, dan Langkah Antisipasi

JAKARTAMU.COM | Kekeringan adalah salah satu ancaman global yang semakin meningkat akibat perubahan iklim, eksploitasi sumber daya alam yang...

More Articles Like This