JAKARTAMU.COM | “Teori Kuda Mati” adalah metafora yang menggambarkan sikap kognitif bias, disonansi kognitif, dan ketidakmampuan menerima kenyataan dalam menghadapi masalah yang sebenarnya sudah jelas tidak dapat diselesaikan dengan cara yang sedang ditempuh.
Dalam psikologi, fenomena ini berkaitan dengan:
- Sunk Cost Fallacy – Keyakinan bahwa karena sudah banyak menginvestasikan waktu, tenaga, atau uang dalam suatu hal, maka harus terus melanjutkannya, meskipun hasilnya nihil.
- Cognitive Dissonance – Ketika orang menolak kenyataan yang bertentangan dengan keyakinan mereka, sehingga mereka mencari pembenaran daripada menerima kesalahan.
- Status Quo Bias – Kecenderungan untuk mempertahankan keadaan yang ada meskipun ada bukti bahwa perubahan lebih baik.
Dalam Islam, sikap ini tercermin dalam bagaimana manusia sering kali menolak kebenaran dan mempertahankan kebatilan karena ego, kepentingan, atau kebiasaan lama.
Allah ﷻ berfirman:
وَإِذَا قِيلَ لَهُمُ ٱتَّبِعُوا۟ مَآ أَنزَلَ ٱللَّهُ قَالُوا۟ بَلْ نَتَّبِعُ مَآ أَلْفَيْنَا عَلَيْهِ ءَابَآءَنَا ۚ أَوَلَوْ كَانَ ءَابَآؤُهُمْ لَا يَعْقِلُونَ شَيْـًٔا وَلَا يَهْتَدُونَ
“Dan apabila dikatakan kepada mereka, ‘Ikutilah apa yang telah diturunkan Allah!’ Mereka menjawab, ‘Tidak, tetapi kami (hanya) mengikuti apa yang telah kami dapati dari nenek moyang kami.’ (Apakah mereka akan mengikuti juga) walaupun nenek moyang mereka tidak mengerti sesuatu apa pun dan tidak mendapat petunjuk?” (QS. Al-Baqarah [2]: 170)
Ayat ini menggambarkan bagaimana orang-orang yang keras kepala dalam kebatilan tetap mempertahankan sistem yang sudah rusak hanya karena alasan tradisi atau kebiasaan.
Nabi ﷺ juga bersabda:
لَا يَلْدَغُ الْمُؤْمِنُ مِنْ جُحْرٍ مَرَّتَيْنِ
“Seorang mukmin tidak akan jatuh ke dalam lubang yang sama dua kali.” (HR. Bukhari & Muslim)
Hadis ini mengajarkan pentingnya evaluasi dan perubahan, bukan terus mempertahankan sesuatu yang sudah jelas tidak berhasil.
Analisis dalam Konteks Nasional
Teori ini sering kali dapat ditemukan dalam proyek-proyek strategis nasional yang gagal tetapi tetap dijalankan dengan berbagai dalih, seperti:
Proyek infrastruktur yang tidak berdampak signifikan, tetapi terus dikembangkan dengan anggaran besar.
Program pendidikan atau kebijakan ekonomi yang terbukti tidak efektif, tetapi terus diperbaiki tanpa evaluasi mendalam.
Proyek investasi negara yang jelas merugi, tetapi tetap dipertahankan dengan alasan gengsi atau kepentingan politis.
Alih-alih mengakui kesalahan dan membuat perubahan yang lebih baik, beberapa kebijakan nasional justru semakin diperumit dengan retorika dan justifikasi yang tidak menyelesaikan akar permasalahan.
Pelajaran yang Bisa Dipetik
- Evaluasi dan Kejujuran dalam Menghadapi Masalah
Dalam Islam, setiap kebijakan atau keputusan harus didasarkan pada hikmah (kebijaksanaan) dan keadilan. Allah berfirman:
وَإِذَا حَكَمْتُم بَيْنَ ٱلنَّاسِ أَن تَحْكُمُوا۟ بِٱلْعَدْلِ
“Dan apabila kamu menetapkan hukum di antara manusia, hendaklah kamu menetapkannya dengan adil.” (QS. An-Nisa’ [4]: 58)
- Menghindari Kesombongan dan Menerima Kesalahan
Rasulullah ﷺ mengajarkan bahwa pemimpin yang baik adalah yang mau belajar dari kesalahan, bukan mempertahankan kebijakan yang jelas gagal hanya karena gengsi atau kepentingan pribadi.
إِنَّ أَعْزَّ النَّاسِ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاهُمْ
“Sesungguhnya orang yang paling mulia di sisi Allah adalah yang paling bertakwa.” (QS. Al-Hujurat [49]: 13)
Takwa dalam kepemimpinan berarti berani mengambil keputusan yang benar, bukan yang hanya menguntungkan kelompok tertentu.
Kesimpulan
“Teori Kuda Mati” menggambarkan kegagalan dalam menerima kenyataan dan perubahan, yang dalam Islam dikategorikan sebagai kesombongan, kebodohan, dan kezaliman dalam pengambilan keputusan.
Jika suatu proyek, kebijakan, atau tindakan sudah terbukti gagal, maka Islam mengajarkan untuk melakukan evaluasi, menerima kesalahan, dan mencari solusi yang lebih efektif.
Seperti kata pepatah, “Jika kamu menemukan dirimu berada di lubang, berhentilah menggali.” (Dwi Taufan Hidayat)