Selasa, Maret 4, 2025
No menu items!

TKW Susanti Bakal Dieksekusi Mati di Arab Saudi pada 9 April

Must Read

JAKARTAMU.COM | Sementara pro kontra mengenai hukuman mati masih berlangsung, satu lagi warga negara Indonesia (WNI) harus bersiap dieksekusi mati di Arab Saudi. Dia adalah Susanti binti Mahfudz, seorang pekerja migran Indonesia (PMI) perempuan asal Karawang, Jawa Barat.

Susanti yang ditahan sejak 21 November 2009 di Penjara Dawadm dituduh membunuh Khalid Bn Obaid Al Otaibi, anak majikannya pada 20 November 2009. Dua tahun kemudian, dia dijatuhi hukuman mati.

”Pemerintah Indonesia tengah berjuang untuk menyelamatkannya melalui berbagai jalur diplomasi dan hukum,” tutur Erianto Nazar, Perwakilan Kejaksaan pada Atase Hukum KBRi Riyadh, Jumat (28/2/2025).

Baca juga: Mengapa Arab Saudi Mempertahankan Hukuman Mati?

Berdasarkan informasi yang disampaikan Erianto, Susanti dituduh melakukan pembunuhan di Dawadmi dengan cara menjerat leher korban menggunakan tali plastik hingga meninggal dunia. Tuduhan ini didasarkan pada pengakuan yang diperoleh dalam proses interogasi, serta bukti forensik dan saksi-saksi yang hanya mengetahui kejadian setelah korban ditemukan.

Pada 20 April 2011, Pengadilan Pidana Dawadmi memutuskan hukuman mati kepada Susanti dengan metode eksekusi pemenggalan kepala menggunakan pedang. Namun, Pengadilan Banding kemudian membatalkan vonis ini dan memberikan kesempatan kepada keluarga korban (Ahlu Damm) untuk mengajukan tuntutan hak khusus. Pada 7 Januari 2013, ayah korban, Abdul Khaled Al Ruwaisy, meminta hukuman mati secara qisash, yang kemudian disahkan dalam putusan kedua Pengadilan Dawadmi pada 20 Januari 2016.

Meski Susanti terus membantah keterlibatannya dalam pembunuhan tersebut dan telah menempuh upaya hukum hingga kasasi serta peninjauan kembali, seluruh upaya hukum ini tetap gagal membatalkan vonis mati.

Baca juga: Menggugat Hukuman Mati di Indonesia

Keluarga Korban Menuntut Diyat Rp120 Miliar

Menurut Erianto, KBRI baru mengetahui kasus ini setelah putusan tingkat pertama dijatuhkan. Sejak itu, pemerintah Indonesia telah melakukan berbagai langkah diplomasi, termasuk banding, kasasi, dan peninjauan kembali, namun tidak berhasil mengubah putusan. Upaya lain dilakukan melalui jalur non-yudisial, termasuk pendekatan kepada pihak kerajaan Arab Saudi dan keluarga korban.

Presiden Joko Widodo secara langsung mengirim surat permohonan maaf kepada keluarga korban, yang akhirnya bersedia memberikan pengampunan dengan syarat pembayaran uang diyat sebesar 30 juta riyal Saudi (sekitar Rp120 miliar). Batas waktu pembayaran ini awalnya ditetapkan pada Ramadan 2024, tetapi berhasil diperpanjang hingga April 2025.

Hingga kini, dana yang telah terkumpul baru mencapai sekitar 2,27 juta riyal Saudi. Dengan tenggat waktu 9 April 2025 yang semakin dekat, nasib Susanti masih berada dalam ancaman eksekusi jika dana diyat tidak segera terpenuhi.

Kondisi ini tentu menuntut perhatian serius dari pemerintah dan seluruh elemen masyarakat Indonesia, termasuk organisasi kemanusiaan, dan individu yang peduli terhadap nasib sesama WNI di luar negeri. Penggalangan dana untuk membayar diyat harus segera ditingkatkan guna menyelamatkan nyawa Susanti.

Erianto Nazar menegaskan bahwa segala upaya masih terus dilakukan untuk mencegah eksekusi. “KBRI terus berkoordinasi dengan berbagai pihak untuk mencari solusi terbaik. Namun, waktu yang tersisa sangat terbatas, dan kita harus segera bertindak,” ujarnya.

Hari ke 4: Keutamaan Sahur, Makanan yang Penuh Berkah

JAKARTAMU.COM | Sahur bukan hanya sekadar makan sebelum berpuasa, tetapi ia adalah bagian dari sunnah yang penuh dengan keberkahan....

More Articles Like This