JAKARTAMU.COM | Tobat dari dosa yang dilakukan oleh seorang mukmin –dan saat itu ia sedang berusaha menuju kepada Allah SWT — adalah kewajiban agama.
Diperintahkah oleh Al Quran, didorong oleh sunnah, serta disepakati kewajibannnya oleh seluruh ulama, baik ulama zahir maupun ulama batin. Atau ulama fikih dan ulama suluk.
Abu Thalib Al Makki dalam kitabnya Qutul Qulub menyebutkan bahwa Sahl bin Abdullah berkata: Barang siapa yang berkata bahwa tobat adalah tidak wajib maka ia telah kafir, dan barang siapa yang menyetujui perkataan seperti itu maka ia juga kafir.”
Dan ia berkata: “Tidak ada yang lebih wajib bagi makhluk dari melakukan tobat, dan tidak ada hukuman yang lebih berat atas manusia selain ketidaktahuannya akan ilmu tobat, dan tidak menguasai ilmu tobat itu.
Tobat dalam Al Quran
Syaikh Yusuf al-Qardhawi dalam buku berjudul “at Taubat Ila Allah” (Maktabah Wahbah, Kairo 1998) menuturkan Al-Quran memberi perhatian yang besar terhadap tobat dalam banyak ayat-ayat yang tersebar dalam surah-surah Makkiah atau Madaniah.
Di antara perintah yang paling tegas untuk melaksanakan tobat dalam Al Quran adalah firman Allah SWT:
“Hai orang-orang yang beriman, bertobatlah kepada Allah dengan tobat yang semurni-murninya, mudah-mudahan Tuhan kamu akan menghapus kesalahan-kesalahanmu dan memasukkan kamu ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, pada hari ketika Allah tidak menghinakan Nabi dan orang-orang yang beriman bersama dengan dia; sedang cahaya mereka memancar di hadapan dan di sebelah kanan mereka, sambil mereka mengatakan: “Ya Tuhan kami, sempurnakanlah bagi kami cahaya kami dan ampunilah kami; sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu” (QS At Tahrim: 8).
Menurut Al-Qardhawi, ini adalah perintah yang lain dari Allah SWT dalam Al-Quran kepada manusia untuk melakukan tobat dengan tobat nasuha: yaitu tobat yang bersih dan benar.
Perintah Allah SWT dalam Al-Quran itu menunjukkan wajibnya pekerjaan ini, selama tidak ada petunjuk lain yang mengindikasikan pengertian selain itu.
Sementara dalam ayat itu tidak ada petunjuk yang lain itu. Oleh karena itu, hendaknya seluruh kaum mukmin berusaha untuk menggapai dua hal atau dua tujuan yang pokok ini. Yaitu:
- Menghapuskan dosa-dosa
- Masuk ke dalam surga.
Seluruh individu muslim amat membutuhkan dua hal ini:
Pertama: agar kesalahannya dihapuskan, dan dosa-dosanya diampunkan. Karena manusia, disebabkan sifat kemanusiaannya, tidak mungkin terbebas dari kesalahan dan dosa-dosa.
Itu bermula dari kenyataan elemen pembentukan manusia tersusun dari unsur tanah yang berasal dari bumi, dan unsur roh yang berasal dari langit.
Salah satunya menarik ke bawah sementara bagian lainnya mengajak ke atas. Yang pertama dapat menenggelamkan manusia pada perangai binatang atau lebih buruk lagi, sementara yang lain dapat mengantarkan manusia ke barisan para malaikat atau lebih tinggi lagi.
Oleh karena itu, manusia dapat melakukan kesalahan dan membuat dosa. Dengan kenyataan itu ia membutuhkan tobat yang utuh, sehingga ia dapat menghapus kesalahan yang diperbuatnya.
Kedua, agar ia dapat masuk surga. Siapa yang tidak mau masuk surga?
Pemikiran yang paling berat menghantui manusia adalah: akan masuk ke mana ia nantinya di akhirat. Ini adalah masalah ujung perjalanan manusia yang paling penting: apakah ia akan selamat di akhirat atau binasa?
Apakah ia akan menang dan bahagia ataukah ia akan mengalami kebinasaan dan penderitaan? Keberhasilan, kemenangan dan kebahagiaan adalah terdapat dalam surga. Sedangkan kebinasaan, kekecewaan serta penderitaan terdapat dalam neraka:
“Barang siapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga maka sungguh dia telah beruntung. Kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan” (QS Ali Imran: 185.).