JAKARTAMU.COM | Syaikh Yusuf Al-Qardhawi mengatakan hakikat tobat yang diperintahkan Allah SWT bagi seluruh kaum mukminin agar mereka beruntung, serta memerintahkan agar mereka bertobat dengan taubat nasuha.
Unsur atau faktor pertama tobat adalah unsur pengetahuan. Yang tampak dalam pengetahuan manusia akan kesalahannya dan dosanya ketika ia melakukan kemaksiatan kepada Rabbnya. Matanya terbuka sehingga ia dapat melihat kesalahannya itu, melepaskan sumbatan dari telinganya sehingga ia dapat mendengar, dan mengusir kegelapan dari akalnya sehingga ia dapat berpikir, dalam setiap kesempatan kembalinya diri kepada fitrahnya.
“Saat itu ia akan mengetahui keagungan Rabbnya, kemuliaan maqam-Nya dan kebesaran hak-Nya,” tutur AL-Qardhawi dalam bukunya berjudul “at Taubat Ila Allah” yang ditejemahkan Abdul Hayyie al Kattani (Maktabah Wahbah, Kairo 1998)
“Juga mengetahui kekurangan dirinya, mengapa ia mengikuti setan, serta kerugiannya yang jelas di dunia dan akhirat jika ia terus berjalan mengikuti perilaku Iblis dan tentaranya,” lanjut al-Qardhawi.
Saat itu, manusia butuh untuk memusatkan pikirannya, menggunakan akalnya, serta merenungi dengan dalam tentang dirinya dan apa yang berada di sekelilingnya, nilai-nilai yang ia miliki, perjalanan dirinya, akhir perjalanannya ke mana, makna kehidupannya, kematian dan apa setelah kematiannya, tentang nikmat Allah yang demikian besar baginya, sikapnya terhadap nikmat-nikmat itu, tentang nikmat Allah yang terus turun kepadanya, dan kejahatan dirinya akan dilaporkan kepada Allah.
Allah SWT akan menghidupkan cintanya dengan memberikan ni’mat kepadaanya walaupun Allah SWT tidak butuh kepadanya. Ia mendorong kemarahan Allah dengan melakukan maksiat, sedangkan ia adalah orang yang amat membutuhkan Allah, dan Allah tidak menutup pintu-Nya bagi hamba-hambaNya, meskipun mereka telah melampaui batas terhdap diri mereka sendiri, dan Allah terus memanggil mereka:
“Janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya”. (QS. az-Zumar: 53
Kesadaran jiwa adalah pangkal pertama bagi bangunan tobat. Dialah yang akan mendorong hati untuk menyesal, kemudian bertekad untuk meninggalkan dosa itu, lidahnya beristigfar, kemudian tubuhnya mencegah dari melakukan dosa itu.
Inilah yang diperingatkan oleh Al Quran dalam firman Allah SWT:
“Dan orang -orang yang telah diberi ilmu, meyakini bahwasanya Al Qur’an itulah yang hak dari Tuhanmu lalu mereka beriman dan tunduk hati mereka kepadanya” (QS. al Hajj: 54.).
Dengan runtutan ini yang ditunjukkan oleh huruf sambung “fa”.
Yang pertama adalah pengetahuan, yang dengannya manusia mengetahui bahwa kebenaran adalah dari Rabb mereka. Dan itu akan menyebabkan mereka mengimaninya.
Dengan demikian, ilmu pengetahuan adalah petunjuk dan pemimpin keimanan. Kemudian keimanan itu akan mengantarkan pada ketundukan dan khusyuknya hati.
Allah SWT berfirman tentang sifat kaum muttaqin:
“Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampunan terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain dari pada Allah? – Dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui”. (QS. Ali Imran: 135)
Mereka itu menyebut Allah, dan meminta ampunan dari dosa mereka kepadaNya. Istigfar itu terjadi akibat zikir atau mengingat Allah SWT.
Dan zikir di sini adalah suatu macam pengetahuan. Karena yang dimaksud di sini bukan dzikir dengan lidah, seperti disangka orang. Namun ia adalah kebalikan dari lupa dan kealpaan. Dan ia adalah bagian dari macam-macam pengetahuan. Seperti firman Allah SWT:
“Dan ingatlah kepada Tuhanmu jika kamu lupa.” (QS. al Kahfi: 24)
Ilmu pengetahuan dalam Islam didahulukan dari keadaan jiwa dan perbuatan tubuh. Oleh karena itu, tidak aneh jika ayat yang pertama diturunkan dalam Al Quran adalah:
“Bacalah dengan nama Tuhan-mu yang telah menciptakan.” (QS. al ‘Alaq: 1)
dan membaca adalah kunci ilmu pengetahuan.
Imam Al Bukhari berkata dalam shahihnya: bab: “Ilmu sebelum beramal”. Ia berdalil dengan firman Allah SWT:
“Maka ketahuilah, bahwa sesungguhnya tidak ada Tuhan (Yang Haq) melainkan Allah dan mohonlah ampunan bagi dosamu dan bagi (dosa) orang-orang Mu’min, laki-laki dan perempuan”. (QS. Muhammad: 19)
Maka di sini didahulukan perintah untuk berilmu dari perintah untuk beristighfar.
Bangunnya Hati dari Kelalaian
Al Qusyairi berkata dalam kitabnya “Risalah Qusyairiah”: tobat yang pertama adalah: bangunnya hati dari kelalaian, serta sang hamba melihat kondisi yang buruk akibat dosa yang ia perbuat. Dan itu akan mendorongnya untuk mengikuti dorongan hati nuraninya agar tidak melanggar perintah Allah SWT. Karena dalam khabar disebutkan: “penasihat dari Allah SWT terdapat dalam hati setiap orang muslim”. (Hadits diriwayatkan oleh Ahmad dari An Nuwas bin Sam’an).
Dan dalam khabar: “Sesungguhnya di dalam tubuh terdapat segumpal daging, jika ia baik maka baiklah seluruh tubuh, dan jika ia rusak maka rusaklah seluruh tubuh, ketahuilah itulah hati”. (Hadits muttafaq alaih dari Nu’man bin Basyir).
Jika hatinya merenungkan keburukan perbuatannya, serta ia menyadari dosa-dosa yang ia perbuat itu, niscaya dalam hatinya akan terdetik keinginan untuk bertobat, dan menjauhkan diri dari melakukan tindakan-tindakan yang buruk itu.
Kemudian Allah SWT akan membantunya dengan menguatkan tekadnya itu, melakukan tindakan koreksional atas dosa-dosanya, serta melakukan perbuatan-perbuatan yang seharusnya dalam bertobat.