JAKARTAMU.COM | Lombok Utara diguncang oleh amukan massa yang menyebabkan Polsek Kayangan diserang dan dirusak oleh ratusan warga pada Senin malam, 17 Maret 2025. Insiden ini berawal dari tuduhan pencurian sebuah ponsel yang melibatkan seorang Aparatur Sipil Negara (ASN) bernama Rizkil Watoni. Tuduhan ini tidak hanya mengubah hidupnya dalam sekejap, tetapi juga berujung pada tragedi yang mengejutkan masyarakat dan memicu gelombang kemarahan besar-besaran.
Awal Mula Konflik: Tuduhan Pencurian yang Menghancurkan Hidup
Rizkil Watoni, seorang ASN yang dikenal baik di lingkungannya, mendadak menjadi tersangka dalam sebuah kasus pencurian ponsel di salah satu toko modern di Kecamatan Kayangan. Kejadian ini bermula saat penjaga toko mengklaim bahwa Rizkil mengambil sebuah ponsel miliknya. Namun, setelah dilakukan negosiasi, masalah tersebut berhasil diselesaikan dengan perjanjian damai.
Sebagai bagian dari kesepakatan, Rizkil setuju untuk memberikan kompensasi sebesar Rp2 juta kepada pemilik ponsel sebagai bentuk penyelesaian kasus secara kekeluargaan. Dengan adanya surat perjanjian, seharusnya permasalahan ini selesai tanpa berlanjut ke ranah hukum.
Namun, situasi berubah drastis ketika oknum aparat diduga ikut campur dalam kasus ini. Rizkil diduga mendapatkan tekanan dari oknum polisi yang tetap mengancamnya dengan hukuman tujuh tahun penjara dan denda Rp90 juta, meskipun telah terjadi perdamaian antara kedua belah pihak. Tekanan psikologis ini diyakini menjadi beban berat bagi Rizkil, yang akhirnya mengalami depresi berat.
Tekanan Mental dan Tragedi Bunuh Diri
Setelah mengalami interogasi yang panjang, Rizkil kembali ke rumahnya dalam keadaan mental yang terguncang. Keluarga dan kerabatnya mulai melihat perubahan drastis pada dirinya—ia menjadi pendiam, gelisah, dan tampak kehilangan harapan.
Tekanan dari aparat yang terus membayangi, serta ketakutan akan dijebloskan ke penjara dalam kasus yang seharusnya telah selesai, diduga menjadi pemicu utama keputusan tragis Rizkil. Ia ditemukan mengakhiri hidupnya dengan cara yang tragis, meninggalkan kesedihan mendalam bagi keluarga, teman, dan masyarakat di sekitarnya.
Kematian Rizkil tidak hanya meninggalkan duka, tetapi juga membakar api kemarahan di hati warga Dusun Batu Jompang, Desa Sesait, Kecamatan Kayangan. Mereka melihat kasus ini sebagai bentuk ketidakadilan dan penyalahgunaan wewenang oleh oknum aparat yang seharusnya menjadi pelindung masyarakat.
Kemarahan Warga dan Penyerangan Mapolsek Kayangan
Begitu kabar kematian Rizkil tersebar luas, ratusan warga yang marah berkumpul di depan Mapolsek Kayangan. Mereka menuntut penjelasan atas tekanan yang diterima Rizkil sebelum ia mengakhiri hidupnya. Namun, jawaban yang mereka harapkan tidak kunjung datang.
Situasi semakin memanas hingga akhirnya massa yang sudah terbakar emosi melakukan aksi anarkis dengan merusak kantor Polsek, membakar kendaraan dinas, dan melempari bangunan dengan batu. Beberapa fasilitas di dalam Mapolsek mengalami kerusakan parah akibat serangan ini.
Polisi yang bertugas di dalam kantor tidak bisa berbuat banyak karena jumlah massa yang jauh lebih besar. Mereka akhirnya mundur untuk menghindari bentrokan lebih lanjut, sementara sebagian besar bangunan Polsek mengalami kerusakan akibat amukan massa.
Salah satu warga yang ikut dalam aksi ini menyatakan bahwa mereka tidak akan tinggal diam jika ada ketidakadilan yang menimpa warga mereka.
“Kami hanya ingin keadilan. Kami ingin tahu siapa yang menekan almarhum sampai ia memilih untuk mengakhiri hidupnya. Kami ingin pertanggungjawaban!” ujar salah satu warga yang enggan disebutkan namanya.
Tanggapan Keluarga, Pemerintah, dan Aparat
Ayah Rizkil, Nasruddin, tidak dapat menyembunyikan kesedihannya. Dalam sebuah wawancara, ia mengatakan bahwa anaknya bukan bunuh diri, tetapi ‘dibunuh’ oleh sistem yang tidak adil. Menurutnya, jika tidak ada tekanan yang berlebihan dari oknum aparat, Rizkil mungkin masih hidup hari ini.
Pihak Kepolisian Polda NTB langsung turun tangan untuk meredakan situasi. Kapolda NTB, Irjen Hadi Gunawan, mengatakan bahwa pihaknya akan melakukan investigasi terkait dugaan penyalahgunaan wewenang oleh aparat dalam kasus ini. Ia juga berjanji akan mengambil tindakan tegas jika ditemukan adanya pelanggaran dalam penanganan kasus Rizkil.
Sementara itu, Bupati Lombok Utara mengimbau masyarakat untuk menahan diri dan tidak bertindak anarkis. Ia juga berjanji akan mengawal kasus ini hingga tuntas.
Pelajaran dari Tragedi Kayangan
Kasus ini menjadi pengingat bahwa keadilan harus ditegakkan secara benar, tanpa tekanan atau penyalahgunaan wewenang oleh pihak berwenang. Beberapa pelajaran penting yang bisa dipetik dari kejadian ini antara lain:
- Pentingnya Penegakan Hukum yang Adil:
Hukum seharusnya ditegakkan berdasarkan fakta dan keadilan, bukan berdasarkan tekanan atau kepentingan pribadi oknum tertentu. - Peran Aparat sebagai Pelindung, Bukan Penekan:
Polisi memiliki tugas untuk melindungi masyarakat, bukan menekan mereka hingga kehilangan harapan hidup. - Pentingnya Komunikasi yang Baik antara Aparat dan Masyarakat:
Ketidakpuasan terhadap sistem hukum sering kali berujung pada tindakan anarkis. Jika ada komunikasi yang lebih baik, kemungkinan besar kejadian seperti ini bisa dihindari. - Pentingnya Kesehatan Mental dalam Penanganan Kasus Hukum:
Kasus ini menunjukkan bagaimana tekanan mental yang berlebihan dapat berdampak buruk, bahkan hingga merenggut nyawa seseorang.
Penutup
Tragedi Kayangan bukan hanya sekadar insiden kriminal biasa. Ini adalah cerminan dari keresahan masyarakat terhadap sistem hukum yang dianggap tidak berpihak kepada rakyat kecil.
Kini, masyarakat menunggu langkah konkret dari pihak berwenang untuk menyelidiki kasus ini secara transparan. Jika tidak ada tindakan yang nyata, dikhawatirkan kejadian serupa akan terus berulang di masa depan.
Keadilan bukan hanya soal hukum tertulis, tetapi juga tentang bagaimana hukum itu diterapkan dengan hati nurani. (Dwi Taufan Hidayat)