DAMAI itu indah. Begitulah tulisan pada spanduk yang biasanya cukup banyak tersebar di pojok-pojok kota setiap menjelang momentum politik seperti pemilihan presiden. Namun untuk menjadi indah tidaklah semuanya gratis
Saya pernah punya pengalaman diberhentikan polisi saat berkendara di kawasan Jalan Jenderal Sudirnan – Jalan Sisingamangaraja, tepatnya di depan Kantor Kemnterian PAN-RB. Maksud hati ingin menghadiri acara di Kemendibud – waktu itu menterinya adalah Muhajir Effendi – namun malah diminta masuk pos polisi.
Di dalam pos ternyata sudah penuh orang. Mereka semua diduga atau dituduh melanggar peraturan lalu lintas. Orang-orang itu memberikan lembaran uang Rp100 ribu kepada oknum polisi kelihatannya masih muda tersebut. Petugas yang lebih senior tampak hanya mengawasi sambil ngopi dan ngobrol dengan sesama petugas.
Kebetulan dompet hari itu hanya berisi Rp70 ribu. Ketika sang oknum polisi muda itu menghampiri, saya bertanya, “Bapak terima debet? Uang saya hanya Rp70 ribu di dompet.”
Sontak wajah sang oknum cemberut lalu menulis pasal pada kertas tilang. Tak sampai lima menit, dia memberikan surat tilang itu. Saat itu saya langsung membuat kesimpulan sederhana bahwa kalau melanggar lalu lintas di Jalan Jenderal Sudirman itu uang damainya Rp100 ribu.
Tentang uang damai ini, masih ramai di media sosial bahwa penyidik Bidang Profesi dan Pengamanan (Propam) Polda Sulawesi Tenggara masih melakukan penyelidikan terhadap Supriyani, guru honorer di Kabupaten Konawe Selatan. Perempuan itu dituduh melakukan kekerasan terhadap anak seorang polisi, lalu diminta memberikan uang damai Rp50 juta kalau ingin kasusnya dihentikanKalau di tingkat polsek saja Rp50 juta, berapa uang damai di tingkat Polres? Tambah berapa lagi kalau di Polda?
Uang damai bukan lagi fenomena. Ia sudah menjadi pengetahuan umum. Oknum polisi bukan satu-satunya “pemain” uang damai di lapangan. Perlu digali juga berapa uang damai yang di berikan pengemudi ojek atau taksi online kepada oknum petugas Dinas Perhbungan agar diperbolehkan parkir di daerah daerah tertentu sambil menunggu penumpang.
Berapa uang damai yang diberikan kepada pengawas kelurahan atau kecamatan supaya bisa membangun rumah tanpa izin mendirikan bangunan? Berapa rupiah uang damai untuk oknum assesor untuk tetap mempertahankan akreditasi A untuk sekolah? Wallaahu A’lam bishawaab.
Penulis: Noor Fajar Asa