“HAJI Kosasih, ongkos dapat dikasih. Haji Abdidin, atau haji atas biaya dinas. Haji Wahyu, haji karena sawahe wis payu. Haji Mansur, haji karena halaman kena gusur. Haji Modin, syukuran dapat mobil dinas. Ada juga Haji Temus, atau haji tenaga musiman.”
Itulah istilah-istilah jenaka yang tenar beredar di tengah masyarakat pada era 1990-an. Istilah-istilah tersebut menandai bagaimana orang bisa ke Tanah Suci untuk menunaikan ibadah haji melalui berbagai pintu cara.
Ragam istilah tersebut juga mencerminkan realitas sosial dan ekonomi masyarakat kala itu, ketika pergi ke Tanah Suci masih relatif mudah. Pergi haji tidak harus menunggu, berbeda dengan sekarang, harus melewati ketika masa tunggu yang bisa mencapai puluhan tahun. Itu pun dengan biaya yang semakin tak terjangkau bagi sebagian orang.
Dalam situasi seperti ini, umrah adalah jawabannya. Umrah bisa dilakukan kapan saja tanpa harus menunggu bulan Dzulhijjah, tak perlu mengantre bertahun-tahun.
Mungkin inilah yang mendorong peminat umrah terus meningkat, bahkan sudah seperti tradisi memberikannya sebagai hadiah, termasuk di lingkungan Muhammadiyah.
Perayaan Milad ke-112 Muhammadiyah esok lusa misalnya, panitia juga memberikan umrah sebagai hadiah. Umrah diyakini menjadi daya tarik untuk memikat kehadiran peserta. Bagi banyak orang, ini bukan sekadar perjalanan religi, melainkan juga bentuk penghargaan dan motivasi.
Namun, bagaimana sebaiknya hadiah umrah ini dikelola agar memberikan manfaat maksimal? Ada beberapa catatan penting yang perlu diperhatikan.
Pertama, jangan mengundi hadiah umrah karena khawatir masuk dalam kategori mengundi nasib. Hal ini merujuk pada Surah Al-Ma’idah ayat 90 yang mengingatkan bahwa mengundi nasib adalah salah satu perbuatan keji.
Kedua, sebagai ganti undian, seleksi penerima berdasarkan kriteria yang jelas dan transparan. Teliti secara ketat sebelum menentukan penerima hadiah. Utamakan calon penerima dari kalangan yang benar-benar layak, seperti kader berprestasi, orang yang belum pernah berhaji atau umroh, dan mereka yang secara ekonomi tidak mampu. Ini demi memastikan hadiah umrah tepat sasaran dan memberikan manfaat maksimal.
Ketiga, umrah kosasih. Panitia sebaiknya memaksimalkan pemberian hadiah umrah dengan fasilitas lain seperti biaya pembuatan dokumen paspor, visa, dan dokumen kesehatan. Pastikan semuanya lengkap dan valid. Selain biaya umrah, panitia juga menanggung dana tambahan untuk kebutuhan selama perjalanan, seperti oleh-oleh, kebutuhan pribadi, dan dana darurat.
Bukan rahasia lagi, penerima hadiah umrah banyak tempat justru kebingungan karena tak punya uang untuk mengurus dokumen pendukung juga kelengkapan lain. Akibatnya hadiah umrah tersebut dijual kepada orang lain dengan harga murah. Yang diumumkan menang umrah si A tetapi yang berangkat si B.
Keempat, diskusikan dengan penerima hadiah untuk menentukan kapan waktu yang tepat untuk melaksanakan umrah, sesuaikan dengan jadwal dan kesibukan mereka. Kelima, berikan pula hadiah buku panduan umrah atau mengajak mereka mengikuti manasik umrah.
Ini penting agar mereka bisa menjalani ibadah dengan sebaik-baiknya sesuai sunnah. Ibarat pepatah, ”Pergi jauh membawa kenangan, pulang membawa keberkahan.”