Jumat, Januari 31, 2025
No menu items!

Upaya Merebut Benteng Terakhir Lewat Hak Pengelolaan Pertambangan

Melalui RUU Revisi UU Minerba, DPR berniat memberi perguruan tinggi (PT) hak pengelolaan pertambangan. Langkah ini tentu lebih banyak mudarat ketimbang manfaatnya. Jika memang mau membantu, cukup arahkan penyaluran APBN bidang pendidikan sesuai peruntukannya.

Must Read

Oleh: Andi Reza Rohadian | Jurnalis Tinggal di Jakarta

ALIH-ALIH lebih berpihak ke rakyat, Rancangan Revisi Undang-Undang Mineral dan Batubara (Minerba) Nomor 4/2019 bisa dibilang ditujukan untuk memperkuat dukungan terhadap pemerintah.  

Setelah sukses menghadiahi dua ormas agama terbesar, yakni Nadhlatul Ulama dan Muhammadiyah, hak pengelolaan tambang, DPR berancang-ancang memberikan hadiah serupa bagi perguruan tinggi. 

Perguruan tinggi? Ya, tak salah. Memang pasca pernyataan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) mendukung pemerintahan Prabowo, perguruan tinggi menjadi benteng terakhir yang bisa diharapkan untuk menjadi penyeimbang terhadap pemerintah. 

Perguruan tinggi selama ini dikenal sebagai sarana pembentukan watak dan peradaban bangsa senantiasa melantunkan suara kritis terhadap kebijakan pemerintah. Sejarah menunjukkan di setiap peristiwa jatuhnya pemerintahan di Indonesia selalu diawali oleh pergerakan mahasiswa yang didukung oleh dosen dan guru besar. 

Dari angkatan 66 yang menjatuhkan Sukarno hingga Gerakan Reformasi 98 yang memaksa Soeharto lengser dari singgasana yang didudukinya selama 32 tahun. Peristiwa paling anyar tentu saja aksi “Peringatan Darurat” pada Agustus 2024 yang menggagalkan pencalonan anak Presiden (saat itu) Joko Widodo untuk mencalonkan diri sebagai Gubernur Jawa Tengah.  

Tulisan “Peringatan Darurat”, dengan latar biru, di atas lambang Garuda Pancasila, ramai di media sosial selama tiga hari dan menjadi simbol protes terhadap DPR yang hendak merevisi Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada dalam sekejap mata. 

Dalam tempo singkat, Selasa, 20 Agustus 2024, Badan Legislatif (Baleg) DPR— delapan dari sembilan fraksi di DPR, kecuali Fraksi PDIP— sepakat untuk merevisi UU Pilkada, satu hari setelah Mahkamah Konstitusi (MK) mengubah syarat pencalonan Pilkada melalui putusan nomor 60/PUU-XXII/2024.

Peringatan darurat itu lantas diikuti oleh aksi mahasiswa di pelbagai kota besar Indonesia. Aksi itu sukses memaksa DPR membatalkan rencana merevisi UU Pilkada. 

Hak Pengelolaan Tambang Bisa Menekan UKT? 

DPR sendiri berdalih usul inisiatif agar perguruan tinggi memperoleh hak pengelolaan tambang bertujuan untuk membuka opsi pendanaan secara lebih luas. Bahkan ada yang menyebutkan dengan memiliki hak pengelolaan tambang perguruan tinggi bisa menekan UKT (Uang Kuliah Tunggal). 

Sebenarnya tak sulit bagi pemerintah menekan UKT bagi mahasiswa. Sebab, selama ini bidang pendidikan berastatus sebagai penerima APBN tertinggi. Tapi nyatanya dana itu tersebar ke berbagai bidang. 

Untuk Tahun Anggaran 2024 sektor pendidikan kebagian Rp665 triliun. Setengah dari anggaran itu, yakni Rp356,5 triliun atau 52% digunakan untuk transfer ke Daerah dan Dana Desa. 

Belum lagi dana yang disalurkan ke Kementerian/Lembaga lain sebesar Rp142,4 triliun. Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) –kini Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains dan Teknologi– hanya mendapat dana Rp98,98 triliun.

Sekretaris Jenderal Kemendikbudristek Suharti pertengahan tahun lalu mengkritik penggunaan anggaran fungsi pendidikan untuk mendanai sekolah kedinasan yang masih berjalan hingga saat ini. Ia menilai praktik tersebut melanggar Undang-undang Dasar (UUD) dan Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas).

“Karena menurut Undang-undang pendidikan kedinasan itu justru tidak boleh masuk sebagai anggaran fungsi pendidikan,” kata Suharti dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi X, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Juni 2024. 

Selain itu, menurutnya, penyaluran untuk sekolah kedinasan juga melanggar UUD yang juga sudah diputuskan oleh Mahkamah Konstitusi tahun 2007. Sekadar informasi, anggaran pendidikan sebesar 20 persen diserap oleh sekolah kedinasan, termasuk Polri dan BIN.

Memicu Kecemburuan di Kalangan Perguruan Tinggi

Lebih dari itu, jika pemerintah hendak memaksakan kehendaknya perlu menetapkan kriteria perguruan tinggi apa saja yang pantas diberi hak mengelola tambang. Jika pertimbangannya perguruan tinggi yang mempunyai jurusan pertambangan, tentu hanya akan menimbulkan kecemburuan sosial bagi kampus yang tak memiliki jurusan pertambangan.

Saat ini hanya ada delapan perguruan tinggi negeri yakni ITB, Universitas Hasanudin, Universitas Pembangunan Nasional Veteran Yogyakarta,  Universitas Syiah Kuala, Universitas Sriwijaya,  UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Universitas Negeri Padang dan Institut Teknologi Sumatera yang memiliki jurusan pertambangan. 

Sedangkan universitas swastanya terdiri dari Universitas Trisakti, Universitas Bina Nusantara, Universitas Islam Indonesia (UII),  Universitas Kristen Petra, Universitas Surabaya dan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY). 

Selain itu ada lima politeknik yang memiliki program pendidikan pertambangan, yakni Politeknik Negeri Bandung, Politeknik Negeri Jakarta, Politeknik Negeri Semarang, Politeknik Negeri Malang dan Politeknik Negeri Sriwijaya. 

Total jenderal hanya 19 perguruan tinggi yang memiliki ilmu pengelolaan pertambangan. Padahal di Indonesia ada ribuan perguruan tinggi lainnnya. Tak terbayangkan apa jadinya jika rencana DPR dan pemerintah ini jadi dijalankan. Perguruan tinggi yang tak kebagian niscaya akan protes. Ujung-ujungnya timbul kegaduhan baru. 

Toh kampus yang memiliki jurusan pertambangan juga tak akan mudah menerima “hadiah” itu. Dekan Fakultas Teknik Pertambangan dan Perminyakan Institut Teknologi Bandung atau FTTM ITB Ridho Kresna Wattimena mengakui pihaknya punya kemampuan teknis seperti merancang hingga menjalankan tambang. 

Namun, ia menyebut kampus akan kesulitan soal pendanaan. “Dari mana uangnya, kalau dari kampus enggak punya duit,” ujarnya. Tak lupa guru besar di Kelompok Keahlian Teknik Pertambangan FTTM ITB itu, mengingatkan bisnis tambang tergolong sulit karena banyak faktor yang mempengaruhi. 

Contohnya terkait dengan fluktuasi harga komoditas barang tambang yang dipengaruhi oleh pasokan dan permintaan, semisal batubara. “Sanggup enggak perusahaan kampus bertahan dengan kondisi kalau 3-4 tahun harga komoditas tambangnya turun terus misalnya,” kata Ridho.

Alhasil ke mana arah rencana pemberian hak pengelolaan tambang ini berlabuh, tak sulit menduganya. Tentu akan ada kampus yang menyambut tawaran itu. Soal finansial, mereka akan menggandeng investor atau perusahaan pertambangan untuk bekerja sama. 

Jadi langkah pemerintah yang selama ini sungguh getol membela oligarki akan mendapat pembelaan dari kalangan perguruan tinggi yang selama ini terkenal vokal menyerukan pelestarian lingkungan. 

Sejatinya kalau pemerintah memang berniat menekan biaya perkuliahan tak sulit-sulit amat. Anggaran pendidikan yang sudah ditetapkan di APBN benar-benar disalurkan sesuai peruntukannya. 

Solusi lainnya, mengapa tak memanfaatkan dana tanggung jawab sosial (CSR) yang banyak tersebar di institusi negara maupun swasta. Ambil contoh dana CSR di Bank Indonesia yang selama ini lebih banyak dijadikan bancakan oleh para politisi. 

Nah, daripada dana itu lari ke pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab, apa salahnya jika disalurkan untuk pendidikan. Bukankah Presiden Prabowo  secara tegas sudah mengutarakan niatnya untuk membangun SDM yang handal?

Membangun SDM memang tak bisa ditawar-tawar lagi dalam rangka menyerap investasi asing. Contoh paling anyar adalah berbeloknya rencana investasi Nvidia, raksasa artificial intelligence dari Amerika Serikat ke Vietnam. Mereka batal menanamkan uangnya di Indonesia dengan alasan lemahnya SDM Indonesia. 

Memang alasan itu tak berdiri sendiri. Selain kelemahan SDM ada berbagai hal klasik yang sulit dienyahkan, seperti rumitnya birokrasi dan administrasi, juga ketidakpastian regulasi serta biaya tinggi. (*)

Siswa SMA Muhammadiyah 11 Jakarta Raih Medali Olimpiade Ekonomi

JAKARTAMU.COM | Prestasi membanggakan kembali ditorehkan siswa-siswi SMA Muhammadiyah 11 Jakarta dalam ajang Olimpiade Muhammadiyah Berprestasi Nasional 2025 di...

More Articles Like This