JAKARTAMU.COM — Pimpinan Cabang Muhammadiyah (PCM) Matraman, Jakarta Timur laksanakan Safari Ramadhan 1446 Hijriyah ke Pimpinan Ranting Muhammadiyah (PRM) yang berada dalam binaannya, Senin (10/3). Pada Safari Ramadhan giliran kedua, PCM menyambangi PRM Pisangan Baru dengan dilenkapi tampilnyan Al Ustadz Afdal Zikri menyampaikan tausiyah menjelang buka puasa Bersama.
Pada kesempatan ini, Afdal Zikri mengajak jamaah untuk sama-sama berusaha memaksimalkan amalan Ramadhan agar mencapai taqwa. “Untuk mencapai taqwa tersebut tentu saja iman kepada Allah sebagai landasan utamanya,” sebutnya.
Puasa adalah panggilan Iman
Dalam Alqur-an, kata Ustadz Afdal, kewajiban berpuasa telah dipilih Allah adalah bagi orang-orang yang beriman. Hal ini terdapat dalam Surat Al-Baqarah ayat 183:
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ كُتِبَ عَلَيْكُمُ ٱلصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى ٱلَّذِينَ مِن قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa”.
“Pada ayat ini sangat jelas, bahwa yang dipanggil oleh Allah untuk melaksanakan kewajiban berpuasa adalah orang-orang yang beriman. Dengan berpuasa, tujuannya adalah agar mencapai taqwa kepada Allah,” jelas dia.
Lebih lanjut Ustadz Afdal mengurai, bagaimanakah Iman itu? “Adalah seperti perkara tentang Ihsan yang ditanyakan oleh Malaikat Jibril kepada Nabi Muhammad sebagaimana di dalam Hadist kedua Arba’in. Bahwa Ihsan adalah engkau beribadah kepada Allah seakan-akan engkau melihatNya,jika engkau tidak melihat-Nya, maka sesungguhnya Dia melihat engkau,” urainya.
Iman Yang Tidak Goyah
Iman yang mantap, tambah Afdal, dapat dilihat dari keimanan orang-orang terdahulu. “Contohya Masyithoh yang rela disiksa ke dalam minyak panas dari pada harus menyembah Firaun,” ungkapnya.
Menurut Afdal, selain Masithoh ada juga kaum yang punya Iman tangguh yang disiksa oleh penguasa Najran adalah Bilal bin Rabah. Lain itu, ada lagi keimanan Sang Pengembala kambing yang diuji Khalifah Umar bin Khattab yang tidak mau menjual kambing milik majikannya, serta keimanan gadis penjual susu yang tidak mau mencampur susunya dengan air.
“Peristiwa-peristiwa ujian keimanan orang-orang masa lalu seperti Masitoh, Bilal bin Rabah dan pengembala mau pun gadis penjuan susu yang jujur, telah dicatat dalam sejarah Islam. Bahwasanya, mereka memiliki iman yang amat teguh dan pantas kita tiru,” papar dan harap Ustadz Afdal.
Sedangkan perintah berpuasa, dilandasi Iman karena ada target yang hendak dicapai, yakni Taqwa. Sekurang-kurangnya, urai Afdal ada tiga karakter orang bertaqwa seperti yang digambarkan dalam Surat Ali Imran ayat 134:
الَّذِيْنَ يُنْفِقُوْنَ فِى السَّرَّۤاءِ وَالضَّرَّۤاءِ وَالْكَاظِمِيْنَ الْغَيْظَ وَالْعَافِيْنَ عَنِ النَّاسِۗ وَاللّٰهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِيْنَۚ
Artinya: “(yaitu) orang yang berinfak, baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang lain. Dan Allah mencintai orang yang berbuat kebaikan.”
“Jelas dalam ayat tersebut bagaimana karekter taqwa. Pertama, rajin berinfak di saat lapang mau pun sempit; Kedua mampu menahan amarah; Dan ketiga memaafkan manusia,” paparnya.
Kisah Hikmah Tentara Raja Zulkarnain
Sebagai penyemangat, terdapat juga kisah Raja Zulkarnain seperti yang ditulis Buya Hamka di dalam Buku Tasawuf Modern. Pada suatu ketika Raja Zulkarnain akan menyeberangi sungai pada malam hari. “Pesan raja kepada tentaranya, agar mengambil setiap benda yang diinjak di dalam sungai,” sebut Afdal pula.
Dalam hal tersebut ternyata menjadi penjelas bahwa ada tiga karakter yang mengemuka dari tentaranya. Pertama, cuek dan tidak mengambil apa-apa; Kedua ada yang mengambil namun ala kadarnya saja; Dan yang ketiga mengambil benda yang diinjaknya secara maksimal.
Sampailah tentara tersebut di suatu tempat yang di perintahkan Zulkarnain. Sang Raja ini kemudian mengecek satu persatu apa yang dibawa ketiga tentaranya. Tiba-tiba batu yang diambil di sungai it, berubah menjadi intan, emas, juga berlian. Bagi tentara yang cuek, pada gilirannya dirundung sesal.
“Sementara tantara yang mengambil ala kadarnya, merasa kecewa karena hanya mengambilnya sedikit. Sedangkan tentaranya yang ketiga, karena patuh kepada perintah Raja Zulkarnain sehingga mengambil secara maksimal maka sangat bersyukur atas perolehannya.
Dari kisah hikman tersebut, jika diintegrasikan dengan Ramadhan maka tiga karakter tantara Raja Zulkarnain tersebut mencerminkan sebagai manusia. Ada yang sekedar melewati saja seperti tantara pertama dan akhrnya merasa dirinya rugi, sebagaimana sabda Rasulullah Shalallahu ‘alaihu wa sallam:
وَرَغِمَ أَنْفُ رَجُلٍ دَخَلَ عَلَيْهِ رَمَضَانُ ثُمَّ انْسَلَخَ قَبْلَ أَنْ يُغْفَرَ لَهُ
Artinya, “Celaka Orang yang berjumpa dengan bulan Ramadhan kemudian ke luar dari bulan tersebut namun tumpukan dosa (kekhilafan dan kesalahan) dia tidak diampuni oleh Allah”. (HR Tirmidzi).**