JAKARTAMU.COM | Menapaki malam ke-9 Ramadhan 1446 Hijriyah, Masjid Ar Rahman PCM Rawamangun-Pulogadung Jakarta Timur tetap menggelar shalat tarawih. Pada sesi tausiyah tarawih, Sabtu (08/03/2025) malam, Al Ustadz Muhammad Nashihudin, M.Pd., mengingatkan bahwa akhir-akhir ini di Indonesia dilanda krisis kejujuran.
“Ciri-ciri yang memprihatinkan kita, banyak pejabat terlibat korupsi bernilai besar, semacam di PT Pertamina dengan dugaan korupsi hampir seribu triliun. Hal semacam ini akan dapat diminimalisir manakala kejujuran menjadi bagian terdepan, lebih-lebih bagi pejabat negara,” sebutnya.
Nashihudin mengemukakan, banyak orang yang lupa kalau momentum Ramadhan, dihadirkan oleh Allah, menjadi bulan untuk mendidik insan pada kejujuran. “Karena kejujuran itu akan kembali kepada dirinya sendiri,” terang dia.
Menurut Nashihudin bahwa puasa adalah ibadah yang dikhususkan untuk Allah Subhanahu wa ta’ala, karena puasa tidaknya seseorang tidak ada yang tahu kecuali dirinya sendiri dan Allah. Hal ini berbeda dengan ibadah-ibadah lain yang dapat diketahui oleh manusia atau makhluk lain.
Sebuah hadits qudsi diriwayatkan Imam al-Bukhari dan Imam Muslim dari Abu Hurairah RA, bahwa Rasulullah SAW bersabda:
قَالَ اللَّهُ : كُلُّ عَمَلِ ابْنِ آدَمَ لَهُ إِلَّا الصِّيَامَ فَإِنَّهُ لِي وَأَنَا أَجْزِي بِهِ
“Allah berfirman: Setiap amal anak Adam untuknya, kecuali puasa. Ia untuk-Ku dan Aku yang akan membalasnya.”
Maksud dari hadits ini adalah bahwa setiap amal perbuatan manusia, baik yang baik mau pun yang buruk, akan mendapatkan balasan dari Allah SWT sesuai dengan kadar dan kualitasnya. “Akan tetapi, puasa adalah ibadah yang tidak bisa dinilai siapa pun kecuali Allah Swt, apakah seseorang benar-benar berpuasa atau tidak, Allah yang Mahatahu,” ungkap Ustadz Nashihudin.
Dalam makna lain, tambah dia, puasa merupakan ibadah yang paling menyucikan jiwa dan badan; Karena orang yang berpuasa menjauhi segala hal yang bisa mengotori atau merusak keduanya, seperti makanan, minuman, perkataan, perbuatan, pandangan, dan lain-lain. “Hal seperti ini menunjukkan makna penting kejujuran,” tegasnya.
Seraya Nashihudin menarik ilustrasi dari sebuah cerita hikmah penjual susu; Seorang ibu bersama anak gadisnya yang didatangi Amirul Mukminin Umar bin Abdul Aziz. Khalifah yang menyamar sebagai orang biasa itu kemudian mengatakan kepada Sang Ibu: “Mengapa susu murni yang kalian jual, Mengapa tidak dicampur dengan air supaya jumlah dagangannya bertambah dan keuntungannya bisa lebih besar?”
“Kami tidak berani. Kami takut nanti ada orang tahu,” kata si Ibu.
“Yang tahu ‘kan hanya kita berdua. Orang selain kita tidak akan tahu,” sebut Umar.
Apa yang baru saja disebutkan Umar lantas disampaikan Sang Ibu kepada anak gadisnya. Namun jawaban sang gadis mengejutkan Sang Ibu. “aina Allah?” (di mana Allah)
Selang beberapa waktu, jawaban sang gadis tersebut sampai telinga Amirul Mukminin. Karena kejujurannya, gadis tersebut memperoleh kebebasan dan dicarikan jodoh oleh khalifah dan dinikahkan.
Lebih lanjut Ustadz Nashihudin mengingatkan tetang doa Nabi Ibrahim yang terdapat dalam surat Asy-Syu’ara, antaranya sebagai berikut:
رَبِّ هَبْ لِي حُكْماً وَأَلْحِقْنِي بِالصَّالِحِينَ (83) وَاجْعَلْ لِي لِسانَ صِدْقٍ فِي الْآخِرِينَ (84) وَاجْعَلْنِي مِنْ وَرَثَةِ جَنَّةِ النَّعِيمِ (85)
“Rabbku…! Berikanlah kepadaku hikmah dan masukkanlah aku ke dalam golongan orang-orang yang saleh [83] Dan jadikanlah aku buah tutur yang baik bagi orang-orang yang datang kemudian [84] Dan jadikanlah aku termasuk orang-orang yang mewarisi surga yang penuh kenikmatan [85]”
Doa-doa nabi Ibrahim tersebut, dipandang Ustadz Nashihudin, telah menjadi bagian utama dalam menguatkan nilai kejujuran. Dan Nabi Ibrahim juga sangat dikenal sebagai insan yang memiliki kesesuaian dengan salah satu hadits Nabi Saw: Qulil haqqa walau kana murran, yang bermakna sampaikanlah kebenaran (kejujuran) meski pun itu pahit. (*)