Oleh: Dwi Taufan Hidayat | Sekretaris Korp Alumni PW IPM/IRM Jawa Tengah
JAKARTAMU.COM | Sistem pemilihan kepala daerah (Pilkada) di Indonesia kerap menjadi sorotan karena dianggap tidak efisien dan berbiaya tinggi.
Biaya besar yang dikeluarkan, baik untuk penyelenggaraan maupun kampanye, sering kali membebani negara serta memunculkan praktik politik uang.
Hal ini mendorong munculnya wacana untuk mendobrak kebuntuan dengan mengakomodasi pendirian partai politik lokal di setiap daerah dalam undang-undang politik Indonesia.
Pertanyaannya, apakah gagasan partai lokal ini dapat menjadi solusi nyata bagi Demokrasi Pancasila?
Efisiensi dan Biaya Tinggi dalam Pilkada Langsung
Pilkada langsung memberikan kesempatan kepada rakyat untuk memilih pemimpin daerah secara langsung, sebagai wujud demokrasi partisipatif. Namun, mekanisme ini tidak lepas dari kritik terkait efisiensi dan tingginya biaya.
Biaya teknis, logistik, dan pengamanan sering kali menjadi beban besar bagi anggaran negara. Selain itu, calon kepala daerah juga perlu mengeluarkan dana besar untuk kampanye yang terkadang membuka peluang bagi politik transaksional dan korupsi.
Pakar hukum tata negara, Feri Amsari, menyebutkan bahwa tingginya biaya Pilkada juga disebabkan oleh kurang efisiennya peran partai politik, pasangan calon, dan penyelenggara pemilu.
Dalam praktiknya, biaya tinggi ini sering kali tidak sebanding dengan hasil yang didapat, karena banyak kepala daerah justru tersangkut kasus korupsi akibat tuntutan mengembalikan biaya politik mereka.
Alternatif: Pilkada Melalui DPRD
Sebagai solusi untuk mengatasi biaya tinggi, muncul gagasan untuk mengembalikan sistem pemilihan kepala daerah melalui Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD).
Sistem ini dianggap lebih hemat karena mengurangi kebutuhan logistik dan pengawasan dalam jumlah besar. Namun, pendekatan ini menuai kritik tajam karena dianggap mengurangi partisipasi langsung masyarakat.
Pakar dari Universitas Gadjah Mada menyebut bahwa langkah ini merupakan bentuk kemunduran demokrasi, mengingat sistem ini dapat membuka peluang terjadinya politik transaksional dan penguatan oligarki.
Embrio Partai Politik Lokal di Indonesia
Partai politik lokal sebenarnya bukan konsep baru di Indonesia. Aceh menjadi satu-satunya daerah yang memiliki partai politik lokal sebagai hasil perjanjian damai antara Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dan pemerintah pada 2005.
Kehadiran partai lokal di Aceh seperti Partai Aceh dan Partai Nanggroe Aceh menjadi bukti bahwa partai berbasis lokal dapat memberikan suara yang lebih kuat terhadap aspirasi masyarakat daerah.
Namun, pengalaman Aceh juga memberikan pelajaran penting. Meski partai lokal dapat mendukung otonomi daerah, penerapannya harus diawasi secara ketat untuk menghindari potensi politisasi identitas lokal yang berlebihan atau penyalahgunaan kekuasaan oleh elite daerah.
Selain itu, partai politik lokal di daerah lain akan membutuhkan landasan hukum yang jelas dalam undang-undang politik nasional.
Kajian Kelayakan Partai Politik Lokal
Dalam perspektif Demokrasi Pancasila, partai politik lokal dapat dilihat sebagai sarana memperkuat demokrasi dengan menyesuaikan kebijakan politik terhadap kebutuhan masyarakat setempat. Namun, kajian mendalam harus dilakukan untuk menjawab beberapa tantangan utama, seperti:
- Keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)
Salah satu kekhawatiran terhadap partai politik lokal adalah potensi fragmentasi politik yang dapat mengancam persatuan bangsa. Regulasi yang jelas diperlukan untuk memastikan bahwa partai lokal tetap beroperasi dalam kerangka Demokrasi Pancasila dan tidak menjadi alat separatisme. - Kesiapan Regulasi dan Infrastruktur
Untuk mewujudkan partai politik lokal, diperlukan revisi undang-undang politik yang mencakup aturan tentang pembentukan, operasional, dan batasan kewenangan partai lokal. Selain itu, diperlukan infrastruktur politik yang mendukung transparansi dan akuntabilitas partai-partai tersebut. - Persaingan dengan Partai Politik Nasional
Dalam sistem multipartai yang sudah mapan, kehadiran partai politik lokal berpotensi memunculkan persaingan antara partai lokal dan nasional. Ini dapat memengaruhi proses legislasi di tingkat daerah maupun nasional, sehingga perlu ada mekanisme harmonisasi.
Demokrasi Pancasila dan Konsep Partai Lokal
Demokrasi Pancasila yang berlandaskan musyawarah untuk mufakat dan perwakilan kolektif dapat menemukan sinergi dengan konsep partai lokal. Partai lokal dapat menjadi kanal untuk memastikan kebijakan di tingkat daerah tetap relevan dengan kebutuhan masyarakat setempat. Misalnya, daerah dengan karakteristik sosial, ekonomi, atau budaya unik dapat mengartikulasikan kepentingannya dengan lebih efektif melalui partai lokal.
Namun, perlu diingat bahwa Demokrasi Pancasila tidak hanya menekankan kebebasan politik, tetapi juga persatuan nasional. Oleh karena itu, pembentukan partai politik lokal harus tetap memperhatikan aspek keadilan sosial, integrasi nasional, dan stabilitas politik.
Kesimpulan: Peluang dan Tantangan
Pendirian partai politik lokal di Indonesia merupakan wacana yang menarik untuk dieksplorasi sebagai alternatif untuk mengatasi permasalahan biaya tinggi dan inefisiensi dalam Pilkada langsung. Partai lokal memiliki potensi besar untuk memperkuat demokrasi di tingkat daerah, mendekatkan kebijakan kepada rakyat, dan mengurangi politik transaksional.
Namun, penerapannya tidaklah sederhana. Diperlukan regulasi yang komprehensif, pengawasan ketat, dan kajian mendalam untuk memastikan bahwa partai politik lokal tidak hanya menjadi solusi sementara, tetapi juga bagian dari sistem politik yang berkelanjutan. Jika diimplementasikan dengan benar, partai politik lokal dapat menjadi peluang besar untuk menyelaraskan Demokrasi Pancasila dengan kebutuhan masyarakat di era modern. (*)