Cerbung: Sugiyati
Langit Hastinapura memerah.
Asap dan api membumbung tinggi, menciptakan bayangan mengerikan di atas ibu kota yang sedang berperang. Di alun-alun utama, dua sosok berdiri saling berhadapan.
Di satu sisi, Aswatthama, sang kesatria abadi yang telah lama meninggalkan medan perang.
Di sisi lain, Kaliyan, putra Duryodana yang haus akan balas dendam.
Hening.
Lalu—dalam sekejap—mereka saling menerjang.
Tarian Pedang di Bawah Langit Terbakar
Serangan pertama datang dari Kaliyan. Ia melesat cepat, pedangnya berkilat di bawah cahaya api. Namun, Aswatthama menghindar dengan mudah.
“Masih terlalu lambat.”
Aswatthama berbalik, belatinya bergerak seperti kilatan petir. Kaliyan mundur, nyaris terkena tebasan itu.
“Kau masih kuat untuk seseorang yang sudah seharusnya mati,” ejek Kaliyan.
Aswatthama tersenyum miring. “Dan kau terlalu percaya diri untuk seseorang yang bahkan belum cukup umur untuk melihat perang Bharatayuda.”
Kaliyan menggeram, lalu menyerang lagi.
Dentang logam bertemu logam menggema di udara.
Di sekitar mereka, para prajurit Hastinapura dan pemberontak bertarung sengit.
Vrishaketu, putra Karna, bertarung di sisi Parikesit. Mereka berusaha menahan gelombang pasukan pemberontak yang semakin menggila.
“Aku tak percaya! Kurawa bahkan sudah kalah dalam sejarah, tapi masih ada sisa-sisanya!” teriak Parikesit sambil menebas musuhnya.
Vrishaketu menghela napas. “Dendam tak pernah mati, Parikesit.”
Namun, saat mereka sibuk bertahan, di tengah pertempuran, ada sesuatu yang berubah.
Rahasia Kutukan yang Terbuka
Saat pedang Kaliyan hampir mengenai Aswatthama, sesuatu terjadi.
Permata hijau di dahinya tiba-tiba berdenyut.
Aswatthama merasakan dadanya bergetar hebat. Tangannya gemetar, dan kekuatan aneh menyebar ke seluruh tubuhnya.
“Apa ini…?”
Kaliyan mundur, menatap lawannya dengan waspada. “Apa yang terjadi padamu?”
Aswatthama mencengkeram kepalanya. “Kutukan ini…”
Lalu, sebuah kilatan ingatan menghantamnya.
Kutukan Krishna bukan hanya memberinya kehidupan abadi—tetapi juga sesuatu yang lain.
Sesuatu yang selama ini tertidur…
Namun kini, perang yang terjadi membangunkannya.
Tubuh Aswatthama bergetar hebat, energi gelap keluar dari permata di dahinya.
Dan di saat itu juga, para prajurit di sekitarnya berhenti bergerak.
Wajah mereka membeku. Mata mereka membelalak.
Seakan ada sesuatu yang menembus jiwa mereka.
Seakan… kutukan Aswatthama kini menular ke dunia.
Kejatuhan yang Tak Terduga
Kaliyan mundur dengan ngeri. “Apa yang kau lakukan?!”
Aswatthama tidak menjawab. Sosoknya kini diselimuti energi mengerikan.
Vrishaketu dan Parikesit pun menyadarinya.
“Tidak… ini buruk,” bisik Vrishaketu.
Parikesit menatapnya, bingung. “Apa maksudmu?”
“Kutukan itu…” Vrishaketu menelan ludah. “Kutukan itu lebih dari sekadar keabadian. Krishna tahu bahwa suatu hari, perang akan terjadi lagi.”
Parikesit mengerutkan kening. “Dan?”
Vrishaketu menatapnya dengan wajah serius.
“Dan jika perang itu terjadi… kutukan Aswatthama akan bangkit dan menyebar. Ia bisa menghancurkan dunia.”
Dan di tengah alun-alun, Aswatthama berteriak.
Teriakan yang membuat langit bergemuruh.
Malam itu, bukan hanya perang yang kembali… tetapi juga bencana yang lebih besar.
(Bersambung seri ke-18: Bangkitnya Kutukan!)