Cerbung: Sugiyati
Angin berembus kencang.
Langit di atas Hastinapura berubah gelap, bukan karena malam, tapi karena kekuatan yang telah terbangun. Kutukan Aswatthama telah mencapai titik puncaknya, dan kini dunia berada di ambang kehancuran.
Di tengah reruntuhan kota, Vyasa berdiri tegak, matanya berkilauan keemasan.
“Aswatthama, cukup!” suara Vyasa menggema, seolah berasal dari dimensi lain.
Namun, Aswatthama hanya tersenyum sinis. “Cukup? Tidak ada yang cukup bagi seseorang yang dikutuk hidup selamanya!”
Ia mengangkat tangannya, dan dalam sekejap—gelombang energi gelap menyapu seluruh kota.
Prajurit-prajurit yang terkena kutukan semakin liar, mata mereka berkilat dengan cahaya kehijauan. Mereka bukan manusia lagi.
Vrishaketu dan Parikesit menatap kengerian itu dengan wajah pucat.
“Kalau ini terus berlanjut…” suara Vrishaketu tercekat.
Parikesit mengangkat pedangnya. “Kita harus menghentikannya!”
Namun sebelum mereka bisa bertindak, Vyasa mengangkat tangannya.
“Sekarang bukan waktunya bagi kalian,” katanya dengan tenang.
Dan saat itu juga—alam semesta berguncang.
Turunnya Para Dewa
Langit yang hitam tiba-tiba berpendar dengan cahaya keemasan. Awan membelah, dan dari dalamnya, muncul sosok-sosok bercahaya.
Dewa-dewa telah turun.
Indra, sang penguasa surga, melayang di udara dengan petir yang menyelimuti tubuhnya.
Yama, dewa kematian, berdiri tegak dengan gada raksasa di tangannya.
Varuna, penguasa lautan, hadir dengan gelombang pasang yang berputar di sekelilingnya.
Dan di antara mereka, sosok yang paling berwibawa…
Narayana.
Atau lebih dikenal sebagai Krishna.
Meskipun ia telah meninggalkan dunia manusia, kehadirannya tetap terasa.
“Aswatthama,” suara Krishna terdengar lembut, tetapi menggema dengan kekuatan yang tak terbantahkan.
Aswatthama menatap ke atas, tatapan matanya penuh amarah dan kepedihan.
“KRISHNA!”
Petir menyambar saat ia mengerahkan seluruh kekuatannya, tetapi cahaya Krishna hanya berpendar lebih terang.
“Kutukan ini bukan beban yang harus ditanggung dunia,” ujar Krishna.
Aswatthama menggeram. “KAULAH YANG MEMBEBANKANNYA PADAKU!”
“Aku hanya menegakkan keseimbangan.”
Kata-kata Krishna membuat Aswatthama semakin marah. Ia mengangkat kedua tangannya, menciptakan pusaran energi gelap yang menyedot segala sesuatu di sekitarnya.
“JIKA AKU HARUS MENDERITA, MAKA SEMUA ORANG HARUS MERASAKANNYA JUGA!”
Pertarungan Kosmik
Indra menghunus Vajra-nya, senjata petir yang memancarkan cahaya luar biasa.
Yama menghentakkan gadanya ke tanah, menciptakan gemuruh yang menggetarkan dunia.
Varuna mengangkat tangannya, dan ombak raksasa naik dari bumi, siap menelan kegelapan.
Namun, sebelum mereka bisa menyerang, Krishna melangkah maju.
“Ini tugasku.”
Dengan satu gerakan tangannya, Krishna menciptakan cakra raksasa yang berputar di udara. Sudarshana Chakra, senjata yang bisa menghapus kutukan dunia.
“Aswatthama,” katanya lagi. “Sudah waktunya kau berhenti.”
Namun Aswatthama tidak menyerah. Ia menerjang, melepaskan semua energinya dalam satu serangan terakhir.
Dan saat itu juga—
Cakra Krishna berputar, memotong waktu dan ruang.
Sejenak, semua terasa diam.
Lalu—
Ledakan energi yang begitu besar mengguncang seluruh alam semesta.
Keputusan Akhir
Saat debu menghilang, Aswatthama masih berdiri. Tapi sesuatu telah berubah.
Permata hijau di dahinya kini padam.
Tubuhnya yang selama ini tak pernah menua… mulai menunjukkan keriput.
Ia tidak abadi lagi.
Aswatthama menatap tangannya sendiri, matanya membelalak.
“Apa… yang kau lakukan padaku?”
Krishna tersenyum samar. “Aku mengambil kembali takdir yang pernah kuberikan padamu.”
Kini, Aswatthama hanyalah manusia biasa.
Dan dengan itu, kutukan yang melanda dunia… perlahan menghilang.
Prajurit-prajurit yang terkena efeknya jatuh ke tanah, kembali menjadi manusia.
Vrishaketu dan Parikesit menatap kejadian ini dengan takjub.
“Kita… menang?” bisik Parikesit.
Vyasa menghela napas. “Tidak ada kemenangan dalam perang. Hanya ada akhir yang harus diterima.”
Di langit, para dewa mulai menghilang.
Dan Krishna, sebelum lenyap, meninggalkan satu pesan terakhir.
“Masa depan kini ada di tangan kalian.”
(Bersambung seri ke-20: Warisan Bharatayuda!)