JAKARTAMU.COM | Albert Einstein adalah seorang jenius yang mengubah dunia dengan teori relativitasnya, memberikan sumbangsih besar dalam perkembangan fisika modern. Namun, di balik kecemerlangan ilmiahnya, ada sisi lain dari Einstein yang jarang diketahui: nilai kebajikan dan kerendahan hati yang ingin ia tinggalkan sebelum wafat.
Kita sering mengukur seseorang berdasarkan pencapaian akademik atau keberhasilan materialnya. Namun, Einstein memiliki perspektif yang berbeda. Baginya, yang benar-benar bernilai bukanlah gelar, penghargaan, atau kekayaan, tetapi kebaikan yang ia lakukan dalam hidupnya.
Panggilan untuk Kebaikan
Terlepas dari seberapa banyak kekayaan atau prestasi yang kita miliki, pada akhirnya, yang akan diingat oleh dunia adalah kebaikan yang kita lakukan. Dalam hidup yang fana ini, setiap perbuatan baik sekecil apa pun tidak akan pernah sia-sia.
Sejalan dengan filosofi tersebut, sebelum membaca lebih lanjut tentang pesan terakhir Einstein, mari kita renungkan sejenak. Setiap orang memiliki kesempatan untuk berbuat kebaikan, sekecil apa pun itu. Bahkan langkah sederhana, seperti menandatangani petisi untuk menolak ketidakadilan, adalah bentuk kontribusi dalam memperjuangkan nilai-nilai kemanusiaan. Kebaikan kecil bisa menjadi awal dari perubahan besar.
Hari-Hari Terakhir Seorang Jenius
Pada tahun 1955, Einstein mengalami pendarahan internal akibat aneurisma aorta perut. Ia segera dirawat di rumah sakit, tetapi di dalam hatinya, ia tahu bahwa hidupnya di dunia ini tidak akan lama lagi.
Menjelang akhir hayatnya, Einstein mengungkapkan dua permintaan kepada kerabat dan sahabatnya:
- Jangan menjadikan rumahnya sebagai museum peringatan. Einstein tidak ingin namanya dipuja atau diabadikan dalam bentuk tempat penghormatan. Ia lebih memilih agar kehidupannya dikenang melalui gagasan dan pemikirannya, bukan dengan simbol fisik semata.
- Kantornya harus diberikan kepada orang lain untuk digunakan. Baginya, ilmu pengetahuan adalah sesuatu yang harus terus berkembang dan diwariskan, bukan sesuatu yang terhenti pada satu individu.
Einstein juga menolak segala bentuk pemujaan terhadap dirinya. Bahkan dalam detik-detik terakhirnya, ia berulang kali meminta agar tidak ada pemakaman besar-besaran atau monumen yang didirikan untuk mengenangnya.
Permintaan ini selaras dengan pandangannya tentang kehidupan: manusia harus rendah hati, dan ilmu bukanlah alat untuk meraih ketenaran, tetapi untuk membantu peradaban berkembang.
Kepergian yang Sederhana, Warisan yang Abadi
Sejalan dengan keinginannya, pemakaman Einstein diadakan dengan sangat sederhana. Jenazahnya dikremasi tanpa upacara megah, dan lokasi penyimpanan abunya tetap dirahasiakan.
Keputusan ini mencerminkan karakter sejati Einstein: seorang ilmuwan yang rendah hati, yang tidak mencari penghormatan berlebihan, tetapi lebih peduli pada warisan ilmu dan kebajikan yang ia tinggalkan.
Pelajaran dari Kehidupan Einstein
Dari permintaan terakhirnya, kita dapat memetik beberapa pelajaran berharga:
Kerendahan hati lebih bernilai daripada popularitas. Einstein tidak ingin dikenang karena namanya, tetapi karena kontribusinya bagi ilmu pengetahuan.
Ilmu pengetahuan adalah warisan yang harus terus dibagikan. Ia tidak ingin kantornya menjadi tempat kosong, tetapi dimanfaatkan oleh generasi penerus.
Kebaikan dan kebijaksanaan lebih penting daripada kejayaan duniawi. Einstein memahami bahwa pada akhirnya, yang akan tetap dikenang adalah kebaikan yang dilakukan seseorang, bukan kekayaan atau ketenarannya.
Kisah Einstein ini mengajarkan bahwa hidup bukan hanya tentang pencapaian pribadi, tetapi juga tentang dampak positif yang kita berikan kepada orang lain.
Sebagai manusia, kita mungkin tidak bisa mencapai kejeniusannya dalam bidang fisika, tetapi kita bisa mengikuti jejaknya dalam hal kebajikan dan kerendahan hati. Setiap kebaikan, sekecil apa pun, tetap berarti dalam catatan kehidupan.
“Nilai seseorang bukanlah pada apa yang ia miliki, tetapi pada apa yang ia berikan kepada dunia.” – Albert Einstein.
— Dwi Taufan Hidayat —