Senin, Maret 10, 2025
No menu items!
spot_img

Wasathiyah Islam Berkemajuan KH Ahmad Dahlan Mematahkan Marxisme dan Darwinisme

spot_img
Must Read

JAKARTAMU.COM | Wasathiyah Islam Berkemajuan tidak berhenti pada sikap yang tengahan atau moderat pasif. Lebih dari itu, Islam Berkemajuan memberikan alternatif untuk selalu berbuat yang terbaik dari sikap tengahan tersebut.

”Itulah role model dari keberagamaan yang sebenarnya. Bukan hanya dalam keberagamaan tetapi dalam relasi kehidupan masyarakat bangsa negara dan kemanusiaan global. Lebih umum lagi secara keseluruhan praktik dan alam pikiran keberagamaan Muhammadiyah sejak awal,” ujar Ketua Umum PP Muhammadiyah Prof. Dr. Haedar Nashir, MSi ketika membuka Pengkajian Ramadan 1446 Hijriyah di Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ), Kamis (6/3/2025).

Haedar pandangan keagamaan KH Ahmad Dahlan dan generasi awal Muhammadiyah yang berlanjut hingga kini sejatinya telah mempraktikkan konsep wasathiyah Islam Berkemajuan tanpa menyebut atau menyatakan diri. Ketika meluruskan arah qiblat, Kiai Dahlan menggunakan pendekatan syariat dan ilmu falak.

Begitu juga ketika menggagas alternatif terhadap sistem pendidikan Islam, Kiai Dahlan tetap membawa unsur-unsur sistem pendidikan agama yang berbasis pondok pesantren sambil mengadopsi pemikiran-pemikiran pendidikan yang hidup di dunia barat.

Baca juga: Haedar Nashir: Ekonomi Indonesia Harus di Depan Kapitalisme Barat

”Al-Maun diajarkan tiga bulan tetapi melahirkan rumah sakit, rumah miskin, dan rumah yatim tetapi Al-Maun bukan hanya produafa. Buktinya apa? Kiai Dahlan menggerakkan para dokter, termasuk dokter Belanda, juga para agnia (dermawan) untuk bisa menghidupi tiga lembaga itu,” kata Haedar Nashir.

Menurut dia, teologi Al-Maun menjawab atau memberikan alternatif dari Marxisme yang condong sebelah. ”Jadi, Kiai Dahlan sebenarnya mematahkan mitos dari konsep Marsisme yang hanya produafa atau proletar tapi anti mereka yang kaya dan punya kekuatan yang dilambangkan sebagai borjuis. Ini diperkuat oleh pidatonya Dokter Sutomo,” ujar Haedar.

Dokter Sutomo adalah Ketua Budi Utomo yang juga menjadi advisor Bidang Kesehatan Muhammadiyah di Surabaya. Ketika mendirikan rumah sakit atau klinik PKU Muhammadiyah Surabaya tahun 1924 (setahun setelah PKU pertama di Yogyakarta) dia menyampaikan pidato yang mengatakan bahwa Al-Maun dan Penolong Kesengsaraan Umum bukan dan berbeda sekali dengan falsafah Darwinian tentang konsep struggle for life, di mana yang kuat dia yang akan menang.

”Al-Maun kata Dokter Sutomo adalah wujud dari teologi welas asih, di mana orang kaya menyayangi orang miskin. Itu aktualisasi Al-Maun yang dilakukan Kiai Dahlan tanpa banyak referensi teori-teori,” jelas Haedar.

Kiai Dahlan, lanjut Haedar, membuktikan bahwa Al-Maun merupakan perspektif baru dalam kehidupan beragama yang moderat. Mereka yang kaya, yang berada pada posisi di atas dengan mereka yang ada di bawah harus saling menyangga, berinteraksi, dan berintegrasi.

”Berbeda dengan teori konflik Marxisme maupun Neomarxisme, di mana yang bawah melawan yang atas dan kata kuncinya: lawan,” katanya.

spot_img

Nabi Muhammad SAW, Cahaya di Tanah Makkah (12): Seruan Terbuka di Bukit Shafa

Oleh: Dwi Taufan Hidayat dan Sugiyati Langit Makkah masih biru ketika Muhammad SAW menaiki Bukit Shafa. Angin gurun bertiup lembut,...

More Articles Like This